www.pendidikanantikorupsi.org (NIAS). Sidang pemeriksaan saksi pada kasus korupsi mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi Kabupaten Nias Tahun 2008, Din Marrudin Nasution, dan Direktur PT Eka Perkasa, Shelly, kembali digelar, Rabu (03/05/2012) sore, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan.
Dalam sidang pemeriksaan saksi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Yunnus Zega, menghadirkan empat orang saksi, yakni Anwirsyah sebagai tim pelaksana kegiatan , Yustinus Nazara sebagai tim pelaksana verifikasi, Zulfikar sebagai tim pelaksana kegiatan dan juga sekretaris tim verifikasi, dan Zulhijah telaumbanua sebagai tim verifikasi.
Keempat saksi merupakan pihak yang terlibat langsung dalam proyek penyaluran minyak goreng (Migor) bersubsidi di Kabupaten Nias tahun 2008, dengan total anggaran sebesar Rp661.900.000.
Dalam keterangannya, para saksi mengakui bahwa mereka tidak melakukan tugasnya sebagaimana mestinya. Baik tim verifikasi maupun tim pelaksana. Mereka berdalih bahwa mereka hanya menerima SK dari terdakwa Din Marrudin selaku Kepala Dinas, dan belum menerima petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis penyaluran migor.
“saya belum pernah menerima petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Jadi bagaimana saya mengerjakannya. Saya memang ikut sekali menghadiri penyaluran migor, pada saat itu kami diminta kalau tidak salah oleh pak Yustinus nazara pimpinan saya dikantor,” ucap Anwirsyah, salah satu saksi yang diajukan kepersidangan.
Meskipun keempat saksi tidak melakukan tugas dan kewajiban sebagaimana mestinya, tetapi para saksi tetap menandatangani berita acara pemeriksaan untuk pencairan dana penyaluran migor.
“Saya menolak berita acara verifikasi yang disodorkan oleh yohanes untuk ditanda tangani. Tapi yohanes mengatakan, tidak ada waktu lagi untuk melakukan verifikasi, besok data ini harus sudah sampai di medan. Kalau data ini tidak sampai, uang tahap pertama tidak akan cair untuk pengusaha,” ucap Yustinus nazara.
Tak hanya itu, para saksi juga mengakui menerima honor untuk penandatanganan data berita acara pemeriksaan saat ditanya oleh majelis hakim. “Ada pak, tapi saya tidak ingat lagi, kurang lebih Rp 300 ribu pak,” kata Zulfikar. Hal ini juga diakui oleh anwirsyah. Ia mengatakanjuga menerima honor dari yohanes. “Ada pak, yang ngasih yohanes, kurang lebih Rp200 ribu,” kata anwirsyah.
Akibat tidak dilaksanakannya pengecekan ulang atau pencocokan data mengenai migor yang telah disalurkan dengan data berita acara pemeriksaan (verifikasi), maka telah terjadi kerugian negara. Dimana dari jumlah migor 264.760 liter dengan total anggaran Rp661.900.000, sebanyak 132.385 liter yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga kerugian negara sebesar Rp473.555.000.
Mengenai hal ini, Yudikasi Waru, Penasehat Hukum terdakwa Din Marrudin Nasution, saat ditemui usai persidangan mengatakan, bahwa para saksi yang telibat langsung dan yang menandatangani berita acara verifikasi juga harus menjadi tersangka.
“Ada beberapa saksi yang baru ini, diantaranya Jupiter Lauli, Zulhijah Telaumbanus, Yustinus Nazara, ketiganya itu sebenarnya kalau mau jujur dalam proses pemeriksaan dari awal, tidak ada diskriminasi, maka mereka ini harus ditetapkan sebagai tersangka, karena mereka turut menandatangani berita acara verifikasi. Dasar inilah untuk mencairkan dana pemerintah kepada pengusaha,” ungkapnya.
Namun, sampai sekarang para saksi yang terlibat dan yang menandatangani berita acara verifikasi belum juga ditetapkan sebagai tersangka. Inilah yang menjadi dasar Yudikasi Waru menilai bahwa ada diskriminasi dan ketidak jujuran dalam penetapan tersangka.
“Yang mengherankan kita, kenapa penyidik dalam hal ini polres niat tidak menetapkan mereka sebagai tersangka? pertanyaan kedua, kenapa dalam berkas yang dikirimkan kepada kejaksaan negeri gunung sitoli tidak memberikan petunjuk bahwa mereka ini juga seharusnya jadi tersangka. Itu pertanyaan besar yang tak terjawab sampai sekarang, ADA APA ?” Katanya. (Day)