Pendidikanantikorupsi.org. Senin, 14 Juli 2025. Ketua Majelis Hakim Mohammad Yusafrihardi Girsang kembali membuka sidang dugaan perkara korupsi Setoran Aparat Penegak Hukum (APH) melalui Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMA/SMK (MKKS SMK/SMA) Se-Kabupaten Batubara.
Sidang tersebut berlangsung di Ruang Cakra 9, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Pada persidangan ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 9 orang saksi yang keseluruhannya adalah Kepala sekolah SMA/SMK Negeri dan Swasta di Kabupaten Batubara.
Ke-9 saksi tersebut adalah Saribuddin kepala sekolah SMK Budi Darma, Nurdiono kepala sekolah Tengku Amir Hamzah, Muhdin Sitorus kepala sekolah SMK 2 Daerah Sei Bejangkar, Sukardi kepala sekolah SMK Sepakat Sei Balai, Aripin Siburian kepala sekolah SMK Yapim, Nurmidah Lubis kepala sekolah SMK Nusantara, Ngatimin kepala sekolah SMK Al-Ikhlas, Jonesman kepala sekolah SMA Negeri 1 Air Putih.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi tersebut, bahwa terdakwa Muhammad Kamil yang merupakan ketua umum MKKS SMA dan terdakwa Sulistio ketua umum MKKS SMK Se Kabupaten Batubara diduga telah melakukan pengutipan dan pengumpulan uang yang digunakan untuk setoran APH dalam rangka perayaan Lebaran Idul Fitri tahun 2025.
Kedua terdakwa diduga mematokkan biaya sebesar Rp26.800 persiswa pada masing-masing sekolah SMA/SMK Se-kabupaten Batubara yang apabila diakumulasikan bertotal sekitar Rp409.500.000.
Berdasarkan laman website SIPP.PN-Medan diduga setoran APH yang dimaksud kedua terdakwa adalah: Kejari Batubara besaran setoran Rp140.000.000; Polres Batubara besaran setoran sebesar Rp200.000.000; Kacabdis Wilayah V Dinas Pendidikan Sumatera Utara besaran setoran Rp20.000.000; BPK RI besaran setoran Rp20.000.000; Disdik/ Manajemen Provinsi Rp20.000.000; Penginapan Inspektorat Rp2.500.000; Tranportasi Kadis Rp7.000.000;
Berdasarkan keterangan saksi-saksi bahwa apabila tidak melakukan pengumpulan uang setoran maka sekolah tersebut akan di datangi oleh APH yang dalam hal ini menurut keterangan saksi berasal dari kepolisian yang saat mendatangi sekolah menggunakan pakaian preman dengan maksud ingin memeriksa laporan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berdasarkan aduan Masyarakat.
Sehingga menurut para saksi peraktek ini tidak hanya terjadi pada tahun 2025, namun pada tahun-tahun sebelumnya juga sudah terjadi dengan operandi yang sama.
Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi Ketua Majelis Hakim menunda persidangan hingga Rabul, 18 Juli 2025.