Pendidikanantikorupsi.org. Kamis, 05 Desember 2024. Usai tuntutan Jaksa Penutut Umum (JPU) dibacakan untuk para terdakwa, Ketua Majelis Hakim As’ad Rahim mengomentari tuntutan tersebut. As’ad Rahim bertanya kepada JPU “ini kan rentut ini , rentut ia ? rentut kemana?”. “ke Kejaksaan Negeri Kejari” Jawab JPU. Uang Rp41 Juta ini 5 tahun gitu ?” tanya As’ad kembali kepada JPU. “Ada Fatwa/Peraturan Jaksa Agung” ucap JPU. As’ad melanjutkan “jadi untuk apa kita sidang ? Bagaimananya ini ?, kita kan berdasarkan fakta hukum, bukan berdasarkan SK Kejaksaan Agung (Kejagung). Ini ngapainlah kita lama-lama sidang ini. Tuntut saja langsung, habis dakwaan. Ini kerugian sekian gitu, ini fatwa Jaksa Agung, buatlah 6 tahun. Bagaimananya kalian, kan kalian bisa ngomong dengan Kejari, faktanya begini pak di persidangan. Mana lebih tinggi rupanya fakta persidangan dengan SK Jaksa Agung, asasnya/adagiumnya ? mau dihajar semua mereka ini, semua mau dihukum, lihatlah fakta hukumnya, ini 41 juta, 36 juta, 5 tahun, kalau keluarga kalian yang begitu, cemana ?“. Setelah As’ad Rahim bertanya demikian, JPU hanya menjawab hal tersebut dilakukan karena ada aturan dari Kejagung.
Terlihat, selain As’ad Anggota Majelis Hakim juga berkomentar sambil menunjukkan raut wajah yang heran. Komentar tersebut di ucapkan di ruang sidang Cakra 9 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Selain Majelis Hakim, Penasihat Hukum para Terdakwa pada kantor POSBAKUM PN Medan pun berkomentar usai di konfirmasi. Ia mengatakan keberatan yang sama sebagaimana di sampaikan oleh Majelis Hakim. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini sekitar Rp277.607.000 sebagaimana hasil dari pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan Inspektorat. Lalu ia melanjutkan, tututan yang diberikan oleh JPU tidak sesuai dengan jumlah kerugiannya. Ia mengaku pernah menangani kasus yang sama, namun tuntutannya itu sekitar sekitar rentang waku 1 sampai 2 tahun pidana penjara.
Adapun tututan untuk para terdakwan mereka telah terbukti dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor. Maridin Marpaung (Kepala Sekolah) di tuntut dengan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan, denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan serta membayar Uang Pengganti (UP) senilai Rp200.107.000,00 dalam jangka waktu 1 bulan, bila tidak dilakukan maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi UP tersebut, bila tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 9 bulan.
Lebih lanjut, berkaitan dengan mekanisme penuntutan untuk kasus tindak pidana korupsi terdapat di Surat Edaran Nomor : SE-001/A/JA/02/2019 Tentang Pengendalian Perkara Tindak Pidana Korupsi dan Jaksa Agung Republik Indonesia terdapat pada Pedoman Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana Korupsi.
Dotor Marpaung (operator Dapodik) di tuntut pidana penjara selama 5 tahun, dikenakan membayar denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan serta membayar UP Rp36.500.000 dalam jangka waktu 1 bulan, bila tidak dilakukan maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi UP tersebut, bila tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan.
Tagor Simangunsong (Bendahara Sekolah) di tuntut pidana penjara selama 5 tahun, dikenakan membayar denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan serta membayar UP senilai Rp41 juta dalam jangka waktu 1 bulan, bila tidak dilakukan maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi UP tersebut, bila tidak mencukupi diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan.
Untuk diketahui, pembacaan tuntuan kali ini berkaitan dengan dugaan perkara korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) pada SMK Swasta Pembaharuan Porsea Tahun 2021. Para terdakwa berperan berbeda-beda mereka didakwa dengan berkas terpisah.
Usai pembacaan tuntutan dilaksanakan, Majelis Hakim menunda sidang hingga pekan depan Kamis, 12 Desember 2024 dengan agenda pembacaan Nota Pembelaan (Pleidoi) dari para terdakwa maupun melalui Penasihat Hukumnya.