DPRD Kota Medan akan menggulirkan pembahasan rancangan peraturan daerah (ranperda) tentang pendidikan setelah libur Lebaran. Peraturan ini digagas untuk memperbaiki sistem pendidikan daerah.
Wakil Ketua DPRD Medan Ikrimah Hamidy mengatakan, usai libur Idul Fitri 1432 H ini, ada sejumlah ranperda yang akan digulirkan, di antaranya ranperda tentang pendidikan dan sumur resapan. Menurutnya, kedua renparda ini penting karena berkaitan dengan ranperda yang kini sudah dibahas, yakni Ranperda Penanggulangan HIV/AIDS dan Ranperda Cagar Budaya.
“Dalam kaitan ini, DPRD berharap pelajaran terkait dengan sejarah kota dan cagar budaya serta penanggulangan HIV/AIDS, dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Kota Medan,” kata Ikrimah di Medan, kemarin. Kurikulum ini diperlukan agar anak didik bisa lebih dini memahami soal pentingnya nilai- nilai sejarah Kota Medan dan soal betapa bahayanya HIV/AIDS.
Dengan begitu, anak akan dididik dengan lebih mengedepankan etika dan karakter. “Harapannya anakanak kita lebih bermartabat dengan pendidikannya itu,” ujar Ikrimah. Untuk diketahui,Kota Medan belum memiliki satu pun peraturan daerah tentang penyelenggara pendidikan.
Akibatnya, tugas,pokok,dan fungsi penyelenggara pendidikan, seperti pengawas sekolah, komite sekolah, dan kepala sekolah kerap tidak berjalan efektif, baik pengawasan maupun mediasi persoalan. Anggota Komisi B DPRD Kota Medan, Salman Alfarisi, mengatakan, draf naskah akademik tersebut nantinya akan direncanakan sebagai inisiatif Dewan dalam mengajukan perda.
Dia menilai perda pendidikan sangat penting untuk mengatur hal kecil sampai menyangkut penyelenggaraan pendidikan. Selama ini, sering terdengar protes dari orang tua siswa, karena adanya pengutipan yang dinilai membebani. Untuk itu, perlu ada aturan jelas dan tegas menyangkut partisipasi masyarakat dalam penentuan iuran yang ditetapkan sekolah.
Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed) Prof Syaiful Sagala mengatakan,perda tentang penyelenggaraan pendidikan perlu dibuat untuk kemajuan pendidikan. Sebab, ketiadaan regulasi mengenai penyelenggara pendidikan diduga turut menyebabkan komite sekolah tidak difungsikan sebagaimana mestinya.
Padahal, mereka punya fungsi dan peran pengawasan serta memediasi jika terjadi permasalahan. Akibatnya, tidak ada kepastian tentang kewajiban serta tanggung jawab masing-masing stakeholder sebagai penyelenggara pendidikan. Selain itu, tidak ada kepastian dalam melakukan pemberdayaan masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan untuk peningkatan mutu pendidikan yang bersifat partisipatif.
Syaiful berharap pengelolaan pendidikan yang berbasis partisipatif yang melibatkan seluruh komponen dan stakeholder dalam penyelenggaraan pendidikan, melalui naskah akademik rancangan perda yang akan diusulkan.
Selain itu, dibahas pula partisipasi masyarakat di sekolah, termasuk persyaratan sumbangan, tata cara berpartisipasi, mekanisme pengusulan anggaran, pengelolaan keuangan sekolah, serta mekanisme penyampaian keberatan. “Dengan begitu, perda tersebut diharapkan tidak sebatas dokumen semata,” tukasnya.
Sementara itu,Koordinator Eksekutif Sentra Advokasi untuk Hak Pendidikan Rakyat (SAHdaR) TR Arif Faisal berharap masukan dan saran terhadap draf naskah akademik ranperda pendidikan itu bisa maksimal.
Perda yang dihasilkan diharapkan tidak hanya mengatur persoalan teknis, tapi juga sampai pada tahap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan, terutama yang dikelola swasta dan yayasan.
Seputar Indonesia 04 Sep 2011