Pendidikanantikorupsi.org. Kamis, 22 Agustus 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, kembali membuka sidang perkara dugaan penggunaan Ijazah Palsu oleh terdakwa Margaretha Octavia Gultom selaku Calon Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai di ruang Cakra 2 PN Medan.
Agenda persidangan kali ini ialah tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas Eksepsi Penasihat Hukum (PH). JPU menanggapi bahwasanya terdapat kebingungan atas pernyataan dari PH yakni bahwasanya “tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada Terdakwa tidak akan pernah ada tanpa didahului dengan adanya tindak pidana umum berupa tindak pidana pemalsuan surat atau membuat surat palsu dan tindak pidana menggunakan surat palsu atau surat yang dipalsukan”.
Atas pernyataan tersebut, JPU menanggapi bahwasanya sepanjang pengetahuan JPU, tidak ada satu aturan pun mengenai suatu tindak pidana yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), harus terlebih dahulu diselesaikan hukuman pidana umumnya, lalu dilanjutkan dengan perkara tindak pidana khususnya.
Selanjutnya, JPU juga sangat menyayangkan terhadap PH terdakwa tidak benar memahami asas hukum yang menyatakan bahwa peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum lex specialis derogat legi generalis dan tidak memahami terkait pembarengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (1) KUHP yaitu concursus idealis atau disebut juga penggabungan pidana (eendaadsche samenloop)
Sebelumnya, dalam Nota Eksepsi Terdakwa melalui PH yang mengatakan bahwasanya perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang didakwakan oleh JPU kepada terdakwa hanyalah pidana turunan dari pidana pokoknya. Yaitu tindak pidana pemalsuan surat atau membuat surat palsu dan tindak pidana menggunakan surat palsu atau surat yang dipalsukan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 Ayat (1) dan (2) atau Pasal 264 Ayat (1) dan (2) KUHP.
Kemudian, PH terdakwa mengatakan bahwasanya kasus yang dialami oleh terdakwa ini, tidak akan pernah ada tanpa didahului dengan adanya tindak pidana umum, yaitu tindak pidana yang berkaitan dengan pemalsuan surat-menyurat atau membuat surat palsu dan tindak pidana menggunakan surat palsu atau surat yang dipalsukan. Oleh karena itu, setelah JPU cermati dan menilai bahwasanya PH terdakwa tidak memahami atau mungkin lupa akan adanya asas lex specialis derogat legi generalis yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum.
Untuk diketahui, terdakwa sempat melaksanakan perkuliahan di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU). Kemudian, pindah ke Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik Santo Thomas. Terdakwa pindah dengan status mahasiswi transfer, karena tidak mampu mengikuti dan menyelesaikan perkuliahan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik USU. Setelah pindah pun, ternyata terdakwa tidak mampu juga menyelesaikan perkuliahannya.
Lantas ia bertemu dengan temannya dan memberikan solusi jalan keluarnya. Ia diperkenalkan dengan saudara Darwis Hasibuan yang merupakan Pegawai Biro Rektorat USU yang bisa membantu Terdakwa untuk menyelesaikan permasalahan yaitu menerbitkan Ijazah dan Transkrip Nilai Akademik melalui jalur belakang dan sudah banyak orang yang dibantunya untuk mendapatkan Ijazah dan Transkrip Nilai Akademik melalui jalur belakang. Lalu terjadilah kesepakatan bahwasanya Ijazah dan Transkrip Nilai akan di urus dengan membayar senilai Rp40 Juta secara bertahap kepada Darwis. (SIPP PN MEDAN)
Ketika Ijazah dan Transkrip Nilai sudah selesai, lalu Terdakwa menggunakan Ijazah dan Transkrip Nilai tersebut untuk mendaftar sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kota Tanjungbalai. Atas perbuatannya, negara mengalami kerugian senilai Rp278.192.948,00,-. Ia pun didakwa dengan dakwaan primair yaitu pasal 2 ayat 1 Jo pasal 18 UU pemberantasan tindak pidana korupsi. Kemudian, dakwaan subsider yaitu pasal 3 Jo Pasal 18 pemberantasan tindak pidana korupsi.
Usai mendengarkan anggapan JPUatas Eksepsi (PH), Majelis Hakim menunda persidangan hingga Kamis, tanggal 29 Agustus 2024 dengan agenda Putusan Sela.
.