Pendidikanantikorupsi.org. Rabu, 12 Juni 2024. Sekitar pukul 12.00 wib, Majelis Hakim yang dipimpin M. Yusafrihardi Girsang membuka sidang kasus korupsi eradikasi lahan PT PSU di ruang cakra 2 Pengadilan Negeri Medan. Agenda persidangan kali ini ialah pembacaan putusan oleh Majelis Hakim untuk ketiga terdakwa yaitu Gazali Arief selaku mantan Direktur Utama (Dirut) PT PSU, Letkol Inf (Purn) Sahat Tua Bate’e selaku Ketua Primer Koperasi Kartika Karyawan dan Veteran Babinminvetcad Kodam I/Bukit Barisan (BB), dan Febrian Morisdiak Bate’e selaku Direktur PT Kartika Berkah Bersama (KBB).
Pertama kali Majelis Hakim membacakan putusan untuk terdakwa Gazali Arief, dilanjutkan terdakwa Febrian Morisdiak Bate’e dan terakhir Sahat Tua Bate’e. Mereka divonis Majelis Hakim dengan pidana penjara selama 9 tahun dan 6 bulan. Selain itu, mereka dihukum untuk membayar denda sebesar Rp350 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 5 bulan.
Terkhusus terdakwa Sahat Tua Bate’e (Ayah) dan Febrian Morisdiak (Anak), mereka dihukum oleh Majelis Hakim untuk membayar uang pengganti (UP). Teruntuk Sahat dihukum untuk membayar UP sebesar Rp6,2 miliar lebih. Sedangkan, anaknya (Febrian) dibebankan untuk membayar UP sebesar Rp3,3 miliar lebih. Dengan ketentuan, jika UP tersebut tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka harta benda para terdakwa akan disita dan dilelang oleh JPU untuk menutupi UP tersebut.
Yusafrihardi Girsang melanjutkan jika harta benda Sahat juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan (2,5 tahun). Kemudian, untuk Febrian Moris Bate’e jika jika harta bendanya juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Diketahui Majelis Hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Koneksitas terkait jumlah kerugian keuangan negara yang timbul akibat perbuatan korupsi ini. Majelis Hakim menilai kerugian keuangan negara yang muncul dari perbuatan Tipikor para terdakwa, yaitu senilai Rp9,5 miliar lebih, bukan sebesar Rp50,4 miliar lebih sebagaimana dakwaan JPU.
Majelis Hakim menilai para terdakwa secara sah terbukti dan meyakinkan bersalah melanggar dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum (JPU). Yaitu Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Majelis Hakim berpendapat bahwasanya berdasarkan pemeriksaan para saksi dan bukti-bukti yang dihadirkan dipersidangan para terdakwa melakukan kerja sama untuk melakukan pembersihan lahan di kebun PT PSU.
Pada saat pemantauan, setelah Majelis Hakim membacakan putusan untuk terdakwa Gazali Arief, ia langsung menemui keluarganya di bangku pengunjung ruang sidang dan terdengar isak tangis lalu berpelukan. Terlihat seorang anak perempuan memeluk Gazali Arief sambil menangis. Seketika itu para awak media langsung mengambil gambar dan video, tiba-tiba anak perempuan tersebut yang diketahui adalah Anak dari Gazali Arief mengatakan “Jangan divideoin!” ucapnya teriak berulang kali seraya menangis di ruang persidangan. Seketika itu terlihat ibunya (Isteri Gazali Arief) membawanya keluar untuk menenangkan putrinya.
Perlu diketahui, bahwasanya vonis hukuman ini lebih ringan daripada tuntutan JPU Koneksitas sebelumnya. Yaitu dituntut pidana penjara selama 18,5 tahun penjara dan dituntut untuk membayar denda sebesar Rp750 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Sahat dan Gazali dituntut untuk membayar UP sebesar Rp43.126.901.564 sedangkan Febrian juga dituntut untuk membayar UP sebesar Rp7.299.500.000. Dengan ketentuan, apabila UP tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan inkracht, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh JPU untuk menutupi UP tersebut. Kemudian, apabila harta benda kedua terdakwa itu tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 9 tahun.
Usai membacakan putusan, Majelis Hakim memberikan waktu selama 7 hari kepada para terdakwa untuk berpikir-pikir, menerima atau mengajukan upaya hukum banding atau tidak. Sahat Tua Bate’e menyatakan berpikir-pikir usai dikonformasi.