Pendidikanantikorupsi.org. Kamis, 15 Agustus 2024. Ketua Majelis Hakim M. Nazir, membuka sidang dugaan kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumatera Utara tahun 2020.
Persidangan ini dilaksanakan di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan sekitar pukul 17.45 Wib dengan agenda pembacaan putusan untuk terdakwa Alwi Mujahit dan Robby Messa Naura. Namun, persidangan tersebut di tunda karena Majelis Hakim belum menyelesaikan putusannya.
Setelah sidang di buka, M. Nazir langsung menyampaikan bahwasanya Putusan sudah selesai hanya untuk salah satu terdakwa saja, namun Putusan terdakwa satu lagi belum selesai. Oleh karena itu, M. Nazir meminta waktu 1 (satu) hari lagi kepada para Penasihat Hukum Terdakwa maupun para terdakwa dan kepada Jaksa Penuntut Umum agar Majelis Hakim dapat merampungkan putusan. Ia juga menyampaikan bahwasanya Majelis Hakim hanya memiliki waktu 3 (tiga) hari untuk merampungkannya. Ia melanjutkan bahwasanya pihaknya dari tadi malam telah mengira tidak akan selesai (putusannya). Salah satunya siap, tapikan dibacakan sama-sama, tidak di hari yang berbeda.
Lain daripada itu, M. Nazir juga menyampaikan pihaknya telah menghitung waktu/massa tahanan para terdakwa, ternyata masih ada waktu. Oleh karena itu, Majelis Hakim akan merampungkan putusannya dan akan dibacakan pada esok hari Jumat, 16 Agustus 2024 setelah selesai sholat Jumat.
Seharusnya pembacaan putusan dilaksanakan pada hari ini Kamis, 15 Agustus 2024. Sebagaimana hal tersebut disampaikan oleh M. Nazir ketika menutup sidang agenda Replik dari Penasihat Hukum Alwi pada Senin, 12 Agustus 2024.
Untuk diketahui, bahwasanya JPU menuntut Mantan Kadinkes Sumut Alwi Mujahit Hasibuan dengan 20 Tahun Penjara terkait perkara korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 tahun 2020. Tuntutan pidana penjara yang sama juga diberikan kepada terdakwa Robby Messa Naura selaku rekanan.
JPU menilai bahwa perbuatan para terdakwa telah memenuhi unsur-unsur melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana dakwaan primer, yaitu Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain penjara, Jaksa juga menuntut para terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Tak hanya itu, JPU juga menuntut para untuk membayar uang penggati (UP). Untuk terdakwa Alwi sebesar Rp1,4 miliar. Dengan ketentuan, apabila UP tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang oleh JPU untuk menutupi UP tersebut. Apabila harta benda terdakwa juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 7 tahun.
Sedangkan untuk terdakwa Robby, JPU memberikan hukuman pidana tambahan dengan membayar uang penggati (UP) sebesar Rp17 miliar. Dengan ketentuan, apabila tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang oleh JPU untuk menutupi UP tersebut. Namun, jika harta benda terdakwa juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun.
Menurut JPU, adapun hal-hal yang memberatkan ialah perbuatan terdakwa dilakukan di masa pandemi Covid-19 secara global, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas Tipikor, perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian keuangan negara, dan terdakwa tidak kooperatif. Adapun hal-hal yang meringankan ialah terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa sopan di persidangan.
Usai menyampaikan perihal penundaan, M. Nazir selaku Ketua Majelis Hakim menunda persidangan hingga Jumat, 16 Agustus 2024.