Pendidikanantikorupsi.org. Senin, 25 November 2024. Ketua Majelis Hakim Lucas Sahabat Duha, S.H., M.H., kembali membuka sidang dugaan perkara korupsi kucuran dana kredit macet di PT Bank Sumut Syariah Cabang Pembantu Asahan untuk pembangunan Perumahan Permata Zamrud Residences di Asahan tahun 2013.
Agenda persidangan kali ini ialah pembacaan Replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas Nota Pembelaan (Pleidoi) para Penasihat Hukum (PH) terdakwa di ruang Cakra 2 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Gerald selaku JPU mengatakan dalam Repliknya bahwasanya tetap pada tuntutan JPU. Kemudian, ia meminta kepada Majelis Hakim untuk menolak atau tidak menerima Pleidoi dari PH para terdakwa. Sebab, menurut JPU pasal yang di dakwa untuk para terdakwa sudah sesuai sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, perbuatan para terdakwa dapat dinyatakan sah dan meyakinkan melakukan dugaan kejahatan Tipikor sebagaimana bukti-bukti yang diperiksa di persidangan.
Lalu, alasan-alasan yang tertuang dalam Nota Pleidoi para terdakwa tidak berdasar hukum sehingga secara patut untuk di kesampingkan. Maka JPU Meminta agar Majelis Hakim untuk memutus dan mengadili sebagaimana dalam surat tuntutan JPU.
Setelah di konfirmasi, Gerald menerangkan pada intinya kalau untuk ketiga terdakwa yakni Eka Herry Asmadhi, Riski Harnas Harahap, Muhammad Hidayat mereka minta bebas dari segala tuntutan, kecuali terdakwa Ahmad Rasyid.
Ia melanjutkan, terdapat beberapa poin di nota pembelaan PH kami tanggapi, namun tadi tidak dibacakan sebab Majelis Hakim meminta agar hanya membaca isi permohonannya saja. Tapi berkas Repliknya telah di serahkan kepada PH para terdakwa.
Gerald mengatakan bahwasanya PH terdakwa dalam Pleidoinya mengatakan bahwasanya ahli akuntan publik independen dari JPU tidak berwenang melakukan perhitungan kerugian negara. Namun, menurut JPU hal tersebut dapat dilakukan sebagaimana tertuang dalam hasil rapat Aparat Penegak Hukum (APH), hanya sebatas menghitung kerugian keuangan negara tidak untuk menetapkan adanya kerugian negara. Akuntan Publik Independen tersebut dihadirkan oleh JPU sebagai Ahli, untuk membuktikan dan menerangkan kepada Majelis Hakim bahwasanya ada kerugian keuangan negara dalam perkara ini. Akan tetapi, hal tersebut dikembalikan kepada Majelis Hakim untuk menilainya.
Gerald melanjutkan, pihaknya juga menghadirkan Ahli Hukum Pidana Adi Mansar. Ahli tersebut dihadirkan untuk menerangkan bahwasanya dalam kasus perbankan plat merah ini merupakan kategori perkara tindak pidana korupsi, bukan tindak pidana perbankan. Ia melanjutkan bahwasanya kasus ini pernah diupayakan selesai melalui mekanisme perbankan (pengembalian uang) tapi tidak berhasil, maka digunakanlah jalur Tipikor ini sebagai ultimum remidium (jalan terakhir untuk menyelesaikan perkara ini). Sebab, uang modal (kucuran dana kredit) inikan berasal dari uang negara.
Kasus ini terjadi sejak tahun 2013, kredit macet itu sampai 2015. Pemasangan hak tanggungannya itu dilakukan pada tahun 2022. Jadi menurut Gerald dan tim JPU ada kejanggalan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan pihak bank sama debitur. Kemudian, cairlah uang tersebut namun tidak 100%, karena di perjanjian itu di tahun 2015 itu harus terbangun semua unit rumah. Namun, faktanya sampai sekarang hanya terbangun 4 unit rumah sementara uang sudah cair..
Salah satu kendala yang ditemukan adalah pihak bank tidak mengikuti prosedur yang ada tidak menerapkan sistem 5c, salah satunya tidak menganalisis kemampuan debitur untuk membayar.
Usai sidang pembacaan Replik JPU, Majelis Hakim menunda sidang hingga 06 Desember 2024 untuk bermusyawarah membuat putusan.