Pendidikanantikorupsi.org. Senin, 16 Desember 2024. Majelis Hakim yang diketuai Sulhanuddin, S.H., M.H., membuka sidang dugaan perkara korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Prima Jaya Lestari Utama (PT PJLU) oleh Bank PT Bank Negara Indonesia Persero, Tbk (BNI) di Jalan Pemuda No. 12 Kota Medan. Agenda kali ini ialah pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim di ruang Cakra 9 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Adapun terdakwa dalam kasus ini yakni Tan Andyono selaku Direktur PT. Prima Jaya Lestari Utama (PT. PJLU) dan Fernando HP. Munthe, SE. selaku Pgs. (Pegawai Sementara) Senior Relationship Manager (SRM) PT. BNI (Persero), Tbk. SKM (Sentra Kredit Menengah) Medan.
Majelis Hakim menolak seluruh dalil eksepsi yang diajukan oleh Penasihat Hukum para terdakwa. “Mengadili, menyatakan keberatan (eksepsi) dari Penasiha Hukum tidak dapat diterima (ditolak), menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah memenuhi Pasal 143 KUHAP, memerintahkan JPU untuk melanjutkan perkara , menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir”. Ucap Sulhanuddin.
Menurut Majelis Hakim surat dakwaan JPU telah memenuhi syarat formiil dan materiil berdasarkan ketentuan aturan hukum yang berlaku. Maka sudah dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk dilakukannya pemeriksaan terhadap para terdakwa.
Penasihat Hukum (PH) para terdakwa mengatakan dalam eksepsinya bahwasanya kasus ini merupakan permasalahan perbankan. Namun, menurut Majelis Hakim dalam pertimbangannya hal tersebut sudah masuk pada pembahasan pokok perkara, sehingga harus di uji pada pemeriksaan alat bukti di persidangan.
Selain itu, PH para terdakwa juga mengatakan dalam eksepsinya, Pengadilan Tipikor pada PN Medan tidak berwenang untuk memeriksa perkara ini, karena ini permasalahan perbankan bukan tipikor. Lantas, dalam pertimbangannya Majelis Hakim mengatakan, jika JPU telah melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan, maka Ketua Pengadilan akan menganalisis berkas tersebut, lalu menunjuk Majelis Hakim untuk memeriksa, memutus dan mengadili perkara tersebut. Selanjutnya, Majelis Hakim akan memeriksa perkara ini dalam agenda pemeriksaan alat bukti, tentu akan melihat lebih lanjut ini perkara perbankan atau tipikor nanti akan di uji berdasarkan surat dakwaan JPU dan alat bukti yang dihadirkan.
Selanjutnya, PH para terdakwa juga mengatakan dalam eksepsinya, menyinggung kerugian keuangan negara. Majelis Hakim mengatakan dalam pertimbangannya bahwasanya berdasarkan kesepakatan Aparat Penegak Hukum (APH) pada 28 September 2011, APH tidak mempermasalahkan pihak (berwenang) yang menghitung kerugian keuangan negara. APH juga dapat meminta bantuan siapapun (pihak yang berwenang) untuk menghitung kerugian negara. Namun, kewenangan tersebut hanya sebatas memeriksa dan menemukan adanya indikasi kerugian negara tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan. Sebab, penetapan adanya kerugian keuangan negara akan ditetapkan berdasarkan temuan fakta-fakta persidangan pada proses persidangan pembuktian.
Untuk diketahui, singkatnya dugaan peristiwa perkara korupsi ini terjadi ketika Tan Andyono selaku Direktur PT PJLU memohon penambahan modal kerja dengan satu jaminan kredit pablik kelapa sawit dengan kapasitas 45 ton/jam beserta perlengkapannya ke PT BNI. Kemudian, Fernando selaku pihak pegawai PT BNI diduga tidak melakukan analisa terhadap PT PJLU terkait kelayakannya untuk menerima kredit, temuan awal oleh APH diduga PT PJLU tidak layak mendapatkan pinjaman fasilitas kredit modal kerja.
Atas dugaan perbuatan para terdakwa mereka didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Kredit Kepada PT. PJLU oleh Bank BNI SKM Medan Tim Auditor pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Nomor : R-03/L.2.7/H.I.1/08/2024 tanggal 19 Agustus 2024, diduga negara mengalami kerugian keuangan negara senilai 36.932.813.935,00.
Usai pembacaan Putusan Sela dilaksanakan, Majelis Hakim menunda persidangan hingga Senin, 23 Desember 2024 dengan agenda pemeriksaan alat bukti.