Pendidikanantikorupsi.org. Kamis, 10 Januari 2025. M. Nazir selaku Ketua Majelis Hakim, kembali membuka sidang dugaan perkara korupsi yang melibatkan Alexander Halim alias Akuang alias Lim Sia Cheng, ia selaku pihak yang menguasai atau memiliki lahan perkebunan kelapa sawit seumlah 60 bidang tanah yang bersertifikat hak milik (SHM) dengan luas 1.059.852 m2/105,982 Ha yang berada di Desa Tapak Kuda dan Desa Pematang Cengal, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Selain itu, ia juga selaku pemilik Koperasi Sinar Tani Makmur (STM).
Selain itu, terdakwa berikutnya yakni Imran, S.Pd.I selaku Kepala Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, periode tahun 2010 s.d 2016.
Dugaan perkara ini berkaitan dengan perubahan kawasan suaka alam/hutan margasatwa yang dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit dengan luas 1.059.852 m2/105,982 Ha. Kemudian, ditanah tersebut telah terbit 60 Sertifikat Hak Milik (SHM) milik Akuang. Lahan tersebut berada didalam Kasawan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan penelusuran dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Medan, dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dikatakan, terdapat kerugian keuangan negara atau perekonomian negarad alam dugaan perkara ini dengan total sekitar Rp.856.801.945.598,- Perhitungan ini tidak termasuk kerugian hasil tebangan kayu saat hutan suaka margasatwa dijadikan lahan kebun sawit.
Adapun agenda persidangan kali ini ialah pemeriksaan alat bukti keterangan para saksi, yang dilaksakanakan di ruang Cakra Utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Para saksi yang dihadirkan dipersidangan yakni Ahmad Suryadi dari Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), Sudarman (rekan bisnis/pemodal Akuang), Jamian (Kepala Desa Pematang Cengar periode 21 Desember 1985 s.d 21 Januari 2004), Rudi (mantan pegawai/pekerja Akuang), Ahmad Sayadi (Mantan Pekerja/Pegawai Akuang dan kawan-kawan), Elin Supiyani (Istri Ahmad Sayadi), Ardiansyah (Ipar Ahmad Sayadi).
Ahmad Suryadi menerangkan bahwasanya ia bekerja sebagai PPKH sejak tahun 2016 yang ditugaskan untuk melakukan penataan hutan. Ia menerangkan bahwasanya kawasan hutan itu terdiri dari Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi. Kemudian, ia menerangkan bahwasanya ada kawasan hutan yang dapat diberikan izin oleh pemerintah untuk masyarakat yaitu hutan sosial bukan hutan lindung.
Sejak zaman Belanda dahulu, hutan konservasi dan hutan lindung yang berada di Provinsi Sumatera Utara, secara keseluruhan telah terpetakan. Teruntuk penunjukan kawasan hutan marga satwa karang gading telah termaktub dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No. 811 tahun 1980. Terkait dengan penataan dilapangan saksi tidak mengikutinya, ia hanya mengetahui berdasarkan data dari tim lapangan. Namun, ia pernah ikut bersama tim penyidik dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk melakukan penyidikan terkait kasus ini pada tahun 2022.
Sudarman sebagai saksi mengenal Akuang sebagai teman dekatnya sejak 30 tahun lalu. Mereka saling kenal ketika duhulu sering bermain basket bersama. Dalam dugaan perkara ini, Sudarman pernah menanam saham kepada Akuang terkait bisnis perkebunan kelapa sawit. Namun, ia tidak ingat keseluruhan peristiwa tersebut, dikarenakan sudah lama dan usianya pun sudah 80 tahun. Dari bisnis tersebut, Sudarman mengaku tidak menerima keuntungan, namun hanya balik modal. Ia pernah pergi ke lokasi sekitar 4 atau 5 kali bersama Akuang dan istrinya. Bisnis ini ia mempercayai Akuang untuk mengelolanya, dan untuk alas hak kepemilikan Sudarman mengaku tidak mengetahui hal tersebut.
Pemeriksaan berlanjut ke Saksi Rudi. Ia mengenal Akuang sejak tahun 1987 sebagai pekerja Akuang dalam usaha bisnis sparepart. Sekitar tahun 2005, pernah ada sertifikat sejumlah 46, ia mengaku mengetahui sertifkat tersebut telah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM). Kemudian, ia pernah disuruh Akuang untuk menandatangani perikatan jual beli (PJB) atas nama pribadinya di kantor Notaris yang beralamat di Jalan Lampung, Medan.
Ditahun yang sama pula, Rudi pernah terlibat dalam kasus perambahan hutan yang disidik oleh Polres Langkat. Awalnya ia dipanggil sebagai saksi untuk dimintai keterangan, kemudian statusnya dari saksi ditingkatkan menjadi Tersangka, namun tidak kasus yang pernah dialaminya tidak sampai ke proses persidangan. Tertuntuk surat yang 46 itu, ketika di Polres Langkat pada saat itu dikatakan sudah dikuasai Akuang. Ketika di Polres Langkat, Rudi juga disuruh Akuang untuk mengaku sebagai pemilik PJB sebanyak 46.
Jamian sebagai Kepala Desa Pematang Cengar periode 21 Desember 1985 s.d 21 Januari 2004, tidak pernah mengetahui adanya kawasan hutan satwa. Ia tidak mengetahui karena ada masyarakat yang menggarap beberapa lahan di daerah tersebut. Belakangan ia mengetahui bahwasanya itu merupakan hutan Satwa ketika pihak Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) datang marah kepadanya.
Ahmad Sayadi menerangkan awalnya ia bekerja di BUMN, kemudian ia resign kareana pada tahun 2000 ada ide untuk membuka lahan yang di modali oleh 3 orang, yakni Cokro, Sudarman dan Akuang. Dalam hal ini, ia bertugas sebagai pekerja untuk mengelola ide tersebut dan ia pernah dimintai KTP untuk mengurus Surat Keterangan Tanah (SKT). Ia pun meminta KTP milik Elin Supiyani (Istr dan Ardiansyah (Ipar) untuk kepengurusan SKT.
Ketika Elin Supiyani dan Ardiansya dimintai keterangannya sebagai saksi mereka mengaku tidak mengetahui perkara tersebut, ia hanya berperan memberikan KTP kepada Ahmad Sayadi.
Usai pemeriksaan keterangan para saksi dilaksanakan, Mejelis Hakim memberi kesempatan kepada terdakwa Akuang dan Imran untuk menanggapi semua keterangan para saksi, lantas mereka menjawab membenarkan seluruh keterangan para saksi.
Selanjutnya persidangan hari ini selesai dan Majelis Hakim menunda sidang hingga Senin, 13 Januari 2025 dengan agenda pemeriksaan alat bukti keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum yang berjumlah 8 orang.