Pendidikanantikorupsi.org. Senin, 20 Januari 2025. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, kembali menggelar sidang dugaan perkara korupsi penyalahgunaan dana desa di Desa Simaninggir Sip, Kabupaten Padang Lawas Utara.
Agenda persidangan kali ini ialah pemeriksaan saksi lanjutan di ruang Cakra 9 PN Medan. Diketahui, persidangan digelar tanpa kehadiran terdakwa (in absentia) alias masih dalam pencarian orang (DPO) atau buron. Terdakwa dalam perkara ini yakni Mhd. Asrin Rambe alias Muhammad Asrin Rambe selaku Plt. Kepala Desa Desa Simaninggir Sip, Kabupaten Padang Lawas Utara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 6 orang saksi diantaranya Faisal Rambe (Kaur Umum), Ali Budi Rambe (Kasi Pemerintahan), Tumpul Ritonga (Pendamping Desa), Ismail Rambe (Sekretaris Camat), Hamonangan Hasibuan (Staff Kecamatan), Eris Aprianto (Pegawai BPJS Ketenagakerjaan).
Faisal Rambe menerangkan bahwasanya dirinya bertugas sebagai Kaur Umum Desa dan mengetahui perkara korupsi ini dilakukan terdakwa pada tahun 2019. Ia melanjutkan, perkara korupsi ini berkaitan dengan dugaan penyalahgunaan Dana Desa anggaran tahun 2019 sebesar sekitar Rp800 Juta. Anggaran tersebut ia ketahui pernah melihat APBDesa yang telah dicairkan seluruhnya.
Pada tahun 2019, Faisal pernah menerima gaji Rp2.700.000 sebanyak dua kali. Selain itu, ia tidak pernah menerima BPJS Ketenagakerjaan, tidak ada menerima alat tulis kantor, tidak menerima honor perjalanan dinas dan honor lainnya.
Kemudian, sepengetahuan saksi ada kegiatan pengadaan meubeler yang tidak dilaksanakan. Lalu, ada kegiatan pemilihan kepala desa yang mencatutkan penyewaan sound system dan sewa teratak, namun tidak dilaksanakan.
Selanjutnya, ia menerangkan bahwasanya ada perencanaan kegiatan rabat beton dengan jarak 900 meter, namun yang dilakukan hanya 200 meter. Lalu, dalam anggaran tersebut ada di rencanakan membangun jembatan kecil dan penahanan tembok yang telah dilakukan.
Ali Budi Rambe mengatakan bahwasanya dalam perkara ini diketahui dana desanya sebesar Rp800 Juta yang diketahuinya dari APBDesa. Dana tersebut dianggarkan untuk kegiatan pembangunan rabat beton, penahanan tembok, pemberdayaan masyarakat dan lainnya.
Kemudian, anggaran tersebut telah dicairkan oleh bendahara desa. Lalu, dalam penyusunan APBDesa saksi tidak mengetahui dan tidak dilibatkan.
Selama menjadi petugas di desa, Ali menerima gaji senilai Rp2.200.000. Tapi, ia tidak menerima gaji tunjangan, tidak mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan, tidak pernah mendapatkan alat tulis kantor, tidak menerima pakaian dinas dan honor perjalanan dinas, dan pengadaan meubeler pun saksi tidak menerima.
Tumpul Ritonga menerangkan sebagai pendamping desa tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan APBDesa. Ia mengetahui anggaran dana desa dalam perkara ini senilati Rp890 Juta yang dicairkan oleh Kepala Desa dan Kaur Keuangan Desa.
Eris Aprianto menerangkan bahwasanya dalam perkara ini ditemukan ada iuran BPJS Ketenagakerjaan pegawai desa belum dibayarkan. Hal tersebut merupakan hak semua perangkat Desa untuk mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan. Pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan tersebut harus dilakukan sebelum tanggal 15. Diketahui Mekanisme pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan untuk perangkat desa, dilakukan secara kolektif.
Ismali dan Hamonangan menerangkan bahwasanya mengetahui terdakwa sebagai Plt. Kepala Desa sekaligus Pj. Sekretaris Desa. Sebagai pihak kecamatan, ia pernah melakukan monitoring dan evaluasi (Monev) terhadap desa dalam perkara ini hanya Januari 2020. Ketika monev, ditemukan ada kerugian keuangan negara sekitar Rp500 juta lebih.
Usai pemeriksaan saksi dilakukan, Majelis Hakim menunda persidangan hingga Kamis, 30 Januari 2025 dengan agenda pemeriksaan keterangan ahli.