Pendidikanantikorupsi.org. Senin, 29 Juli 2024. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan (PN Medan), menggelar sidang pemeriksaan keterangan terdakwa Alwi Mujahit (Mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara) di ruang cakra 2 PN Medan.
Terpantau, Alwi Mujahit dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Henry terkait dirinya diduga menerima uang dari proyek pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19. Secara lantang Alwi membantah tidak ada menerima uang apapun dari proyek ini. Selain itu, ia juga dicecar soal pembelian rumah senilai Rp1 Miliar di Medan Area. Ia dengan tegas menjawab, pembelian rumah itu tidak ada kaitannya dengan kasus ini. Ia membeli rumah dari hasil penjualan sawit milik pribadinya dan hal tersebut telah tercatat dalam Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kemudian, Alwi menerangkan beberapa waktu lalu ia jatuh sakit disebabkan ketika membaca berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), ia menemukan ada keterangannya yang tidak sesuai padahal ia mengaku konsisten dalam memberikan keterangan, disitulah tensi dan gula darahnya naik sehingga di rawat di rumah sakit. Hal tersebutlah yang menyebabkan persidangan pemeriksaan terhadap dirinya beberapa kali ditunda.
Akan tetapi, Alwi mengakui bahwasanya ketika selesai di BAP tidak memeriksa dan membaca kembali keterangannya, ia baru membaca dan memeriksa ketika akan diperiksa sebagai terdakwa di persidangan. Salinan BAP miliknya, diberikan JPU kepada Penasihat Hukumnya ketika kasus ini dilimpahkan ke pengadilan.
Selanjutnya Alwi menerangkan bahwasanya pada saat terjadi bencana non-alam covid-19, suasana sangat mencekam dan memprihatinkan. Ia sebagai kepala dinas bekerja 24 jam untuk mengurusi covid-19, sebab tidak semua orang mau mengurusi persoalan ini. Jika ada orang meninggal akibat covid-19, pasien tidak mendapatkan oksigen, adanya masyarakat yang keluarganya meninggal karena covid-19 tidak mau di bungkus, mengurusi peti mati dan membungkus mayat, ini semua menjadi urusannya sebagai kepala dinas kesehatan. Karena tidak semua rumah sakit, dokter, perawat yang mau mengurusi covid-19 dikhawatirkan akan terpapar virus, apalagi Alat Pelindung Diri (APD) sulit ditemukan dan korban terus bertambah. Oleh karena itu, ia mengatakan pengadaan APD ini harus disegerakan, agar rumah sakit, tenaga kesehatan mau menangani dan terhindar dari paparan virus, kalau tidak dikhawatirkan kasus virus covid-19 terus meningkat.
Ia berterus terang dalam memberikan keterangan bahwasanya pernah terjadi pertempuran antara hati nurani dan akal sehatnya ketika menangani covid-19, yang pada akhirnya dirinya terseret dugaan kasus korupsi yang tengah dihadapinya. Apalagi pada saat itu, banyak orang (tim dinas kesehatan yang menangani covid-19) mengalami ketakutan secara psikologis, terlebih dalam pengadaan APD covid-19. Semuanya melimpahkan kepada Alwi, sedangkan dirinya banyak berkegiatan di Posko covid-19. Pada waktu itu Dinas Kesehatan Provinsi fokus untuk menyelamatan orang banyak, sedangkan untuk pengadaan barang dan jasa (PBJ) sudah ada timnya yang telah tertata dengan baik.
Atas keterangan Awli tersebut, JPU mengatakan Alwi cuek tidak memperhatikan kegiatan PBJ di Dinas Kesehatan Provinsi. Kata cuek yang dikatakan JPU, disanggah oleh Penasihat Hukum Alwi bahwasanya bahasa cuek tidak layak di cetuskan JPU, sebab itu sangat tendensius. Lalu Alwi menambahkan ia peduli terhadap penanganan covid-19, bahkan ia rela bekerja 24 jam untuk menangani bencana virus covid-19.
Usai memeriksa keterangan terdakwa Alwi, Majelis Hakim menunda persidangan hingga Kamis, 01 Agustus 2024 dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU.