[Pendidikanantikorupsi.org] Plt. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Mandailing Natal (Madina), Syahruddin dituntut jaksa dengan hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta Subsider 6 bulan kurungan. Terdakwa Syahruddin juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp48.400.000. Sedangkan dua terdakwa lainnya yakni, Lianawaty Siregar dan Nazaruddin Sitorus selaku PPK dituntut jaksa masing-masing dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara serta dibebankan uang denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Ketiga terdakwa dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan objek wisata Taman Raja Batu (TRB) dan Tapian Siri-siri Syariah (TSS). Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang yang digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis ( 16,April,2020)
Dalam Uraiannya, Jaksa Penuntut Umum menjelaskan terjadinya kasus korupsi tersebut diawali saat Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution memerintahkan Syahruddin selaku Plt.Kadis PUPR untuk memobilisasi alat berat milik Dinas PUPR Kab. Madina yakni berupa alat berat dump truk, excavator, beco loader untuk melaksanakan pembersihan lokasi atau land celaring di lokasi TSS dan TRB.
Sedangkan terdakwa Hj. Lianawaty Siregar dan Nazaruddin Sitorus ditugaskan untuk menetapkan rencana pelaksanaan barang dan jasa yang meliputi diantaranya, menghitung Harga Perkiraan Sendiri (HPS), melaksanakan kontrak dengan penyedia barang dan jasa. Beberapa paket pekerjaan yang bersumber dari APBD Kab. Madina TA 2016 tersebut diantaranya pekerjaan pembangunan pos penjagaan di Komplek Perkantoran Payaloting TA 2016 dengan pagu anggaran sebesar Rp200 juta pelaksana CV Anak Ranto dengan nilai kontrak sebesar Rp198.950.000, pembuatan Plank Merek pada taman komplek Perkantoran Payaloting dengan pagu dana sebesar Rp100 juta pelaksana CV Tor Simangkuk dengan nilai kontrak sebesar Rp98.642.000.Pembangunan pagar di komplek perkantoran Payaloting dengan pagu dana sebesar Rp200 juta dengan pelaksana CV Raja Emir Perkasa dengan nilai kontrak sebesar Rp192.900.000
Selanjutnya pada tahun 2017 dalam rangka menyambut kunjungan Presiden Republik Indonesia ke Madina, Bupati memninta beberapa pembangunan yang bersumber dari APBD 2017 dan Perubahan APBD 2017 dipercepat penyelasainnya, antara lain Lanjutan Pembangunan Pos Penjagaan di Komplek Perkantoran Payaloting dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 200,000.000, Pembangunan pagar di komplek perkantoran payaloting dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 200,000.000, rehabilitasi bantaran dan tanggul aek Singolot desa perbangunan dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 500,000.000, pembuatan Plank Merek Komplek perkantoran Payaloting dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 50,000.000, pembuatan Plank Merek pada taman Komplek perkantoran Payaloting dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 100,000.000, Pembangunan Gapura Komplek perkantoran Payaloting dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 200,000.000, Pengadaan dan pemasangan LPJU di Kecamatan Panyabungan dengan alokasi anggaran sebesar Rp.150,000.000, Pengadaan dan pemasangan LPJU di Komplek Perkantoran Payaloting dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 50,000.000.
Namun ternyata, dalam mekanisne penganggaran dan penetapan paket pekerjaan yang diperintahkan bupati tersebut dilaksanakan oleh terdakwa Lianawaty Siregar dan Nazaruddin Sitorus tanpa mengindahkan atau melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku karena pelaksanaan pekerjaan yang lebih dahulu dikerjakan mendahului kontrak karena alasan kedatangan Presiden. Seperti pelaksanaan pekerjaan pembangunan pos jaga di komplek perkantoran Payaloting dan pembangunan pagar di komplek perkantoran Payaloting. Dalam proses penunjukan rekanan terdakwa tidak melaksanakan proses pengadaan barang/jasa yang sesuai dengan ketentuan Perpres No.54 Tahun 2010.
Sedangkan terdakwa Plt.Kadis PUPR, yang memobilisasi alat-alat berat seperti excavator, beco loader dan dump truk untuk pekerjan tersebut, ternyata tidak dikenakan retribusi sebagai PAD dan hal tersebut bertentangan dengan Perda Kab. Madina No.9 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha.
Lebih lanjut, Ketiga terdakwa disebut Jaksa Penuntut Umum melakukan tindak Pidana Korupsi dengan menyalahgunakan wewenang memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat menimbulkan kerugian keuangan dan perekonomian negara. Jaksa Penuntut juga menyebut perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana yang diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Adapun ketiga terdakwa dalam persidangan ini tidak hadir secara langsung. Mereka mengikuti persidangan melalui teleconference. Hal ini merupakan kebijakan dari PN Medan guna memperkecil potensi penyebaran Virus Covid-19 (Sry).