Majelis Hakim Menolak Eksepsi Terdakwa Diduga Menggunakan Ijazah Palsu Dalam Penerimaan CPNS di Kota Tanjungbalai

Kamis, 29 Agustus 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendidikanantikorupsi.org. Kamis, 29 Agustus 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, kembali membuka sidang dugaan perkara penggunaan Ijazah Palsu oleh terdakwa Margaretha Octavia Gultom selaku Calon Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Tanjungbalai di ruang Cakra 7 PN Medan. Agenda persidangan kali ini ialah pembacaan putusan sela oleh Majelis Hakim.

Mengadili, menyatakan keberatan dari penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima, menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah memenuhi ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 143 huruf a dan b KUHAP, memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara ini ke agenda pemeriksaan pembukatian, menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir. Begitulah kutipan amar putusan sela yang dibacakan Sulhanuddin selaku ketua majelis hakim dalam perkara ini.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menerangkan bahwasanya keberatan Penasihat Hukum (PH) terdakwa atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang pada pokoknya mengatakan surat dakwaan JPU adalah prematur atau terlalu dini diajukan kepada terdakwa. Namun, menurut Majelis Hakim keberatan terdakwa sudah masuk ke dalam pokok perkara yang harus dibuktikan pada sidang agenda pembuktian.

Oleh karena itu, keberatan PH terdakwa dinyatakan tidak dapat diterima dan perkara ini harus dilanjutkan. Karena menurut Majelis Hakim, surat dakwaan JPU telah sesuai menurut ketentuan KUHAP baik secara formil maupun materiil.

Sebelum membacakan amar putusan sela, Anggota Hakim Syah Rijal Munthe terlebih dahulu menerangkan beberapa hal terkait PH terdakwa dapat mengajukan eksepsi terhadap surat dakwaan JPU, yakni keberatan atas salahnya kompetensi pengadilan yang menyelesaikan perkara tersebut. Kemudian, sebagai PH dapat keberatan apabila kasus yang dilakukan terdakwa telah daluarwasa ataupun terdakwa sudah meninggal dunia, maka dakwaan tidak dapat di terima. Lalu, PH dapat mengajukan keberatan jika JPU tidak mencantumkan secara lengkap identitas terdakwa, maka surat dakwaan harus dibatalkan.

Syah Rijal Munthe melanjutkan, PH juga dapat mengajukan keberatan apabila menemukan surat dakwaan JPU dibuat tidak menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, tidak menyebutkan waktu dan tempat perbuatan tersebut dilakukan. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka surat dakwaan JPU batal demi hukum.

Untuk diketahi, yang dikatakan surat dakwaan cermat adalah ketelitian JPU dalam mempersiapkan dan merumuskan surat dakwaan, sehingga tidak ditemukan adanya kecacatan yang dapat menimbulkan batalnya surat dakwaan. Kemudian, yang dikatakan surat dakwaan jelas ialah JPU harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan, lalu di padukan dengan uraian perbuatan materiil terdakwa dalam surat dakwaan. Terakhir, yang dikatakan surat dakwaan lengkap adalah JPU harus mampu menuangkan semua unsur-unsur yang terdapat dalam Undang-Undang baik secara subjektif maupun objektif, sehingga jangan sampai ada unsur yang dirumuskan dengan tidak lengkap dalam dakwaan.

Akhirnya, surat dakwaan juga merupakan penataan konstruksi yuridis atas fakta-fakta perbuatan terdakwa yang tertangkap berdasarkan hasil penyelidikan/penyidikan JPU yang di hubungkan dengan unsur-unsur perbuatan terdakwa. Selanjutnya secara materiil, surat dakwaan dapat dikatakan memenuhi syarat jika telah menuangkan secara utuh tentang tindak pidana yang dilakukan, tempat/lokasi/waktu tindak pidana dilakukan, cara tindak pidana dilakukan, akibat yang timbul dari tindak pidana yang dilakukan. Poin-poin tersebut JPU harus menuangkannya secara lengkap dan utuh. Begitu pula syarat formiil dalam surat dakwaan JPU harus memenuhi syarat sebagaimana ketentuan dalam KUHAP. Hal tersebut dijelaskan Syah Rijal Munthe ketika membaca pertimbangan majelis hakim dalam putusannya.

Terpantau sepanjang Majelis Hakim membacakan pertimbangan dan amar putusannya, terdakwa tidak berhenti menangis hingga setelah persidangan ditutup. Bahkan ia masih menangis ketika Jaksa Pengawal Tahanan membawanya ke ruang sel tahanan Pengadilan Negeri (PN) Medan. Tampak suamin terdakwa terus mendampinginya baik sebelum dan sesudah persidangan.

Usai membacakan putusan sela, Majelis Hakim menunda sidang hingga Rabu, 11 September 2024 dengan agenda pembuktian.

Yuk komen pakai Facebook mu yang keren

Berita Terkait

Diduga Pelaku Korupsi Kredit Macet di PT Bank Sumut Syariah, Tidak Tunggal !
Sidang Perdana, Dugaan Kasus Korupsi di UIN Sumatera Utara
Diduga Rugikan Keuangan Negara Rp8,1 Miliar, Ketua STKIP Al-Maksum Kab. Langkat Disidangkan
Sidang Putusan Perkara Korupsi Relokasi Korban Erupsi Gunung Sinabung
Sidang Dugaan Kasus Korupsi Proyek Tempat Pemakaman Umum (TPU)
Majelis Hakim Menolak Eksepsi Para Terdakwa Dugaan Kasus Suap Seleksi PPPK Kabupaten Batu Bara
Sidang Dugaan Kasus Korupsi Dana Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)
Dugaan Kasus Penggunaan Ijazah Palsu Dalam Penerimaan CPNS di Kota Tanjungbalai
Berita ini 38 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 13 September 2024 - 04:37 WIB

Diduga Pelaku Korupsi Kredit Macet di PT Bank Sumut Syariah, Tidak Tunggal !

Selasa, 10 September 2024 - 04:58 WIB

Sidang Perdana, Dugaan Kasus Korupsi di UIN Sumatera Utara

Selasa, 10 September 2024 - 03:45 WIB

Diduga Rugikan Keuangan Negara Rp8,1 Miliar, Ketua STKIP Al-Maksum Kab. Langkat Disidangkan

Selasa, 10 September 2024 - 03:20 WIB

Sidang Putusan Perkara Korupsi Relokasi Korban Erupsi Gunung Sinabung

Jumat, 6 September 2024 - 04:48 WIB

Sidang Dugaan Kasus Korupsi Proyek Tempat Pemakaman Umum (TPU)

Berita Terbaru

Korupsi

Sidang Perdana, Dugaan Kasus Korupsi di UIN Sumatera Utara

Selasa, 10 Sep 2024 - 04:58 WIB