Pendidikanantikorupsi.org. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis, 23 Januari 2020 kembali menggelar sidang korupsi dugaan pemberian suap oleh Terdakwa Isya Ansyari Kepala Dinas PUPR Kota Medan kepada Walikota Medan Non Aktif Dzulmi Edin.
Sebelum Majelis Hakim yang diketuai oleh Abdul Azis memasuki ruang sidang, hadirin diminta terlebih dahulu berdiri oleh Panitera Pengganti. Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan saksi JPU KPK, saksi yang sejak pagi hari telah hadir tampak duduk menunggu panggilan dari Majelis Hakim. Setelah Majelis Hakim menduduki kursinya masing-masing. Ketua membuka sidang dan menanyakan kepada Terdakwa Isya Ansyari apakah siap untuk mengikuti agenda sidang hari ini. Majelis Hakim lebih lanjut mempersilahkan kepada JPU KPK untuk menghadirkan saksi yang sudah disiapkan.
Saksi persidangan kali ini adalah Ali menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Pemerintah Daerah Kota Medan. Saksi menjelaskan bahwa tugasnya di Pemko Medan membantu kerjaan Sekertaris Daerah Kota Medan dalam hal protokoler dan keuangan.
Saksi lebih lanjut menjelaskan bahwa ia mengetahui soal perjalanan ke Jepang, Icikawa. Ia mengaku mengetahui adanya perjalanan ke Jepang tersebut sejak Pemko Medan mendapat undangan. Saksi menerangkan bahwa ia pernah membaca surat undangan tersebut namun tidak meningat secara pasti isi dari undangan tersebut. Menurut saksi surat tersebut di disposiskan untuk perjalanan oleh Walikota Medan.
Saksi menjelaskan bahwa yang mengikuti perjalanan tersebut terdiri dari beberapa orang. Antara lain, istri Walikota, Kepala Dinas Suherman, Kepala DInas Iswan, bagian protokoler dan Kepala Sub Bagian Protokoler, istri Kepala Dinas, temannya anak Walikota.
Saksi mengetahui anggaran perjalanan ke Jepang berjumlah Rp 1,5 miliar. Lebih lanjut Saksi mengakui memang ada laporan berupa tunggakan perjalanan dari travel. Hal ini diketahui dari Ajudan Syamsul yang melaporkan adanya kekurangan uang sebesar Rp 500 juta. Yang mana hal ini terjadi karena ada masalah untuk pembayaran beberapa item yang tidak bisa dibayarkan, karena ada beberapa orang yg tidak diizinkan oleh Kementerian, jadi yang bisa dibayar cuma delapan orang.
Saksi mengaku sempat melapor perihal pembayaran tersebut kepada Sekertaris Daerah Kota Medan, namun Saksi malah dimarahi dan diperintahkan untuk meminta langsung uang pembayaran sisa perjalanan kepada Walikota. Saksi menyampaikan hal tersebut kepada Syamsul, dan hal tersebut di sampaikan kepada Walikota Medan. Lebih lanjut saksi mengaku tidak mengetahui mengenai penyelesaian pembayaran perjalanan tersebut.
Setelah dicecar pertanyaan mengenai perjalan ke Jepang, Saksi Ali lebih lanjut diminta menjelaskan mengenai uang tas. Dalam penjelasannya, saksi menyebutkan bahwa uang tas tersebut merupakan uang untuk ajudan yang berasal dari Walikota Medan.
Saksi menyebut bahwa uang tas selalu di isi setiap kali kosong, saksi mengisi uang tersebut ketika mendapat laporan dari Ajudan. Saksi menjelaskan bahwa uang tas dimulai sejak tahun 2018 , diterima kurang dari Rp 1 miliar di tahun 2018, dan kurang lebih Rp 1 miliar di tahun 2019. Uang tersebut diberikan sebanyak 5 x oleh Walikota kepada Saksi. Lebih lanjut saksi menjelaskan bahwa biasanya ia mendapat sebanyak Rp 200 juta dari Walikota per satu kali pemberian, dan kalau diakumulasikan uang tersebut mencapai angka Rp 1 miliar terangnya.
Lebih lanjut, ketika dipertanyakan dari mana sumber uang tersebut, saksi Ali menyebut bahwa uang tas berasal dari anggaran operasional Walikota, Namun ketika diminta menjelaskan mengenai uang operasional saksi mengaku tidak mengetahui hal tersebut karena bukan bagian dari tupoksi Kabag Umum, menurutnya perihal uang operasional diatur oleh Bagian Keuangan
Saksi menyampaikan bahwa ia diberikan uang untuk uang tas dari Walikota dan uang tersebut disimpan di brangkas kamar rumah dinas walikota. Menurut saksi ia tidak pernah mendapat perintah untuk penyimpanan di tempat tersebut. Namun saksi berinisiatif menyimpan di lokasi tersebut. Saksi menjelaskan bahwa ia diminta Walikota untuk tiidak mencatat uang tersebut.
Saksi mengakui memang mengetahui ada kutipan kepada Kepala Dinas. Saksi mengetahui hal ini langsung dari Samsul yang melakukan pengutipan, bahkan untuk hal ini Saksi mengaku menghimbau agar Syamsul meminta izin kepada Walikota, karena Walikota akan marah bila mengetahui hal tersebut. Lebih lanjut saksi menjelaskan bahwa sepanjang pengetahuannya pengutipan tidak ada diperintah oleh Walikota, sebab kalau ada pengutipan Pak Walikota marah, ungkapnya.
Jaksa memutar hasil penyadapan, dan saksi diminta untuk menerangkan percakapan tersebut ; dalam keterangannya saksi menyebut bahwa ada percakapan antara dirinya dengan Aidil terkait permintaan uang, pecahan merah dan biru. Saksi mendapat perintah dari Syamsul yang menyebutkan arahan dari bapak walikota. Saksi menjelaskan bahwa ada dana non budgeter yang diinformasikan dari Syamsul. Menurut saksi dana non budgter adalah dana yang digunakan untuk kegiatan yang tidak di SPJ kan, seperti menggunakan mobil yg lebih mahal, contoh yang dianggarkan mobil dengan merk Innova tp yang digunakan Alparhd.
Setelah pemeriksaan saksi Ali selesai dilakukan. Majelis Hakim memerintahkan untuk melanjutkan sidang agenda pemeriksaan terdakwa, dengan terlebih dahulu menunda sidang selama satu jam, dan melanjutkan setelah istirahat. (Ibr)