[Pendidikanantikorupsi.org] Mantan Sekda Labura 2012-2016, Edi Sampurna Rambe mengungkapkan bahwa Bupati Labuhan Batu Utara (Labura) mendapat mendapat bagian 25% dari dana upah pungut PBB sektor perkebunan tahun 2013-2015. Selain Bupati, saksi mengatakan dana upah pungut PBB sektor perkebunan juga mengalir ke Wakil Bupati sebesar 15%, Sekda 5% dan sisanya 50% Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
Hal itu diungkapkannya saat diperiksa sebagai saksi tunggal yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam sidang lanjutan korupsi dana PBB Labura 2013-2015, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (10/8/2020).
Edi Sampurna Rambe menerangkan bahwa yang disebut dengan dana upah pungut tersebut merupakan jatah daerah Kabupaten Labura yang berjumlah 9% dari keseluruhan dana PBB sektor perkebunan Kabupaten Labura.
“Dana PBB sektor perkebunan Labura disetor langsung oleh Perusahaan ke Pemerinatah Pusat, setelah itu Pemerintah Pusat memberikan 9% dari keseluruhan dana PBB sektor perkebunan kepada Kabupaten Labura sebagai jatah daerah, dana 9% jatah darerah itulah yang di bagi-bagikan Dispenda Labura sebagai intesif” Ungkap Edi Sampurna Rambe di depan Hakim Ketua Sri Wahyuni Batubara.
Menurut Edi, Penggunaan dana jatah daerah tersebut sebagai intensif yang dibagi-bagikan ke Bupati, Wakil Bupati, Sekda, dan Dispenda menggunakan panduan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 183 tahun 2000 tentang pembagian upah pungut, “tapi tidak diatur persenan pembagiannya” Sebut Edi.
Mendengar pernyataan Edi, Majelis Hakim menanyakan apa yang menjadi dasar hukum sehingga dalam pembagian upah pungut tersebut Bupati mendapat 25% Wakil Bupati 15% dan Sekda mendapat 5%
Menjawab pertanyaan Hakim, Edi menuturkan bahwa dasar hukum yang digunakan dalam persenan pembagian upah pungut tersebut ialah Surat Keputusan (SK) Bupati yang diterbitkan pada tahun 2013.
Jaksa Penuntut Umum menanyakan kepada saksi apakah Dispenda ada melakukan kegiatan pendataan terkait PBB sektor perkebunan Labura atau kegiatan lain seperti pembuatan SPTPD
Menurut Edi, yang membuat SPT dan melakukan Pendataan terkait PBB sektor perkebunan Labura ialah pemerintah Pusat, “tidak apa pak, Pemerintah Pusat yang mengerjakan” ujar Edi.
Selanjutnya, Jaksa Penuntut Umum juga menanyakan kepada apakah dana intensif harus dibagi-bagi atau bisa dipakai untuk yang lain.
Menurut Saksi, dana tersebut dapat dipakai untuk keperluan lain” siap Pak bisa dipakai untuk yang lain” sebut saksi menjawab pertanyaan dari Jaksa
Lebih lanjut, Edi mengaku sebelum dirinya diperiksa di Polda Sumut, ia tidak mengetahui bahwa pembagian upah pungut yang dilakukan oleh Dispenda bertentangan dengan aturan lain. Menurutnya didalam aturan PMK 183 Tahun 2000 tidak disebutkan pembagian dana upah pungut harus melalui persetujuan DPRD, Tetapi setelah penyidikan ia mengetahui bahwa ada aturan lain yaitu PP 105 yang mengatur bahwa pembagian harus dibahas bersama DPRD. Ia juga mengaku setelah mengetahui pembagian upah pungut tersebut menyalahi aturan, mereka langsung mengembalikan uang pembagian ke kas daerah.
Diakhir, terdakwa Ahmad Fuad Lubis yang diberikan kesempatan oleh Majelis Hakim untuk menanggapi keterangan dari Saksi mengatakan bahwa masalah pembagian upah pungut ada dibahas bersama DPRD pada tahun 2013, 2014 dan 2015.
Majelis Hakim kemudian menanyakan kepada saksi terkait tangapan dari terdakwa, “terdakwa bilang pembagian upah pungut ada dibahas bersama Dewan, ada Pak” tanya Hakim kepada Saksi. Menjawab pertanyaan dari Hakim saksi mengatakan “ada dibahas tapi secar general dalam R-APBD dan APBD”.
Sidang ditunda oleh Majelis Hakim dan akan dilanjutkan 24 Agustus 2020 masih dengan agenda pemeriksaan saksi. (SRY)