Pendidikanantikorupsi.org. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, kembali menggelar sidang pembacaan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di ruang cakra 9 PN Medan. Seharusnya, sidang pembacaan permohonan PK ini digelar pada Senin, 10 Juni 2024 lalu, namun Majelis Hakim menunda sidang karena terpidana tidak dihadirkan secara langsung alasannya ada kendala administrasi surat-menyurat. Oleh karena itu, Majelis Hakim meminta agar administrasi tersebut diurus sehingga terpidana dapat hadir secara langsung di persidangan.
Dalam pemantauan pada hari Senin, 24 Juni 2024 terlihat terpidana juga tidak dihadirkan di persidangan karena alasan yang sama. Oleh karena itu, Majelis Hakim yang di pimpin Zufida Hanum, SH., M.H. mengatakan dikarenakan terpidana tidak hadir secara langsung, maka sidang dilaksanakan secara online. Penasihat Hukum terpidana dan Jaksa Penuntut Umum tidak keberatan, sebab Majelis hakim berpendapat bahwasanya tidak ingin mempersulit proses persidangan, sebab ini merupakan hak terpidana yaitu mengambil upaya hukum. Apalagi jika proses menghadirkan terpidana terdapat kesulitan , maka dipermudah hadir secara online.
Permohonan PK ini terkait kasus tindak pidana korupsi Pengadaan Bahan Makanan dan Minuman bagi penderita warga binaan sosial Dinas Sosial UPT Pelayanan Sosial eks Kusta Dinas Sosial Sicanang. Permohonan PK ini diajukan oleh terpidana Andreas Sihite melalui Penasihat Hukumnya Kamaruddin Simanjuntak & Rekan.
Kamaruddin selaku Penasihat Hukum terpidana mengatakan dasar hukum mengajukan PK ini berdasarkan Pasal 263 ayat (2) KUHAP yang menyatakan “Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar : a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana lebih ringan; b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain; c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata”.
Pada saat di konfirmasi, Kamaruddin menerangkan bahwasanya terdapat suatu hal baru ataupun fakta baru (novum) yang diajukan pada PK ini yaitu terdapat 9 (sembilan) bukti baru yang terdiri dari 6 keterangan saksi dan 3 pendapat ahli. Isinya itu ialah bahwasanya terpidana ini bukanlah sebagai penanggungjawab, ini sebenarnya bisnis almarhum ayahnya dan dia sebagai Direktur. Kemudian, pendapat ahli mengatakan tidak ada kerugian negara. Lalu, pejabat komitmen yang bekerja sampai saat ini tidak diberikan sanksi pidana. Sementara saat ini terpidana sudah divonis hukuman dan dinyatakan bersalah, sementara pejabatnya ini tidak dikenakan sanksi hukuman pidana atau tidak dinyatakan bersalah dan sampai sekarang masih aktif.
Kamaruddin melanjutkan bahwasanya anggaran ini di tahun 2018, 2019 dan pejabat di tahun 2019 masih aktif bekerja. Sedangkan terpidana Andreas Sihite ini setelah membeli dilakukan pengantaran dan serah terima. Seharusnya kalau pembagian serah terima kepada penerima bantuan itu tugas daripada pejabat negara, bukan tugas Andreas Sihite. Terpidana ini dari pihak swasta.
Kamaruddin mengatakan setelah melakukan Peninjauan Kembali (PK), ia berharap agar Mahkamah Agung dapat membaca dengan cermat. Kemudian, ia pun mempersoalkan JPU yang meminta uang Rp300 Juta. Jadi, JPU itu kalau tidak diberikan mereka akan ajukan ke Mahkamah Agung (Kasasi), karena di PN dia bebas kemudian mereka teriak-teriak PK.
Diketahui, pada sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Medan,Majelis Hakim memutus Andreas Sihite tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dalam Dakwaan Primair yaitu pasal Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Lalu dakwaan Subsidair yaitu 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP. Kemudian, membebaskan Andreas Sihite oleh karena itu dari semua dakwaan penuntut umum (Vrijspraak), Memerintahkan Andreas Sihite segera dibebaskan dari tahanan, memulihkan hak-hak Andreas Sihite dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
Usai diputus bebas, JPU mengajukan upaya hukum Kasasi. Kamudian Hakim Tunggal Desnayati, M, SH., M.H. memberikan putusan yaitu mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Belawan, membatalkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan, menyatakan Andreas Sihite telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Turut serta melakukan korupsi”, menjatuhkan pidana terhadap Andreas Sihite dengan dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp200 Juta subsidair pidana penjara selama 6 (enam) bulan, menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti (UP) Rp.875.148.401,00, jika tidak membayar UP tersebut paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht), maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, jika Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun.
Dalam permohonan PK, Kamaruddin meminta kepada Majelis Hakim agar memberikan putusan menerima permohonan PK yang diajukan oleh terpidana Andreas Sihite melalui Penasihat Hukumnya, membatalkan putusan kasasi 4199K/Pid.Sus/2023 pada Rabu, 04 Oktober 2023, mengadili bahwasanya terpidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan korupsi, melepaskan terpidana dari segala dakwaan JPU, memulihkan hak terpidana serta memulihkan nama baiknya, memerintahkan agar terpidana dibebaskan dari rumah tahanan (rutan) negara, namun jika majelis hakim berpendapat lain mohon kiranya memberikan putusan yang seadil-adilnya.
Usai membacakan permohonan PK dari Penasihat Hukum terpidana, Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada JPU sebagai Termohon untuk menanggapinya secara tertulis selama satu minggu yang akan dibacakan pada Senin, 01 Juli 2024 pagi hari. Kemudian, untuk terpidana hadir kembali secara online yang di fasilitasi oleh rumah tahanan (rutan).