Pendidikanantikorupsi.org. Kamis, 24 April 2025. Ketua Majelis Hakim M. Nazir, kembali membuka sidang dugaan perkara korupsi alih fungsi kawasan hutan suaka margasatwa.
Persidangan dilaksanakan di ruang Cakra Utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Pada persidangan kali kedua terdakwa yaitu Alexander Halim alias Akuang dan Terdakwa Imran, S.Pd.I diperiksa keterangannya sebagai saksi dan saling memberikan keterangan kesaksian (Saksi Mahkota).
Terdakwa Alexander Halim alias Akuang menerangkan bahwa ia mengelola perkebunan kelapa sawit yang diduga berada di kawasan hutan suaka margasatwa itu sejak tahun 2001 secara bersama-sama (Kongsi) dengan teman-temannya yakni Sudarman, Cokroharianto, dan Rudi Alias Acay.
Setelah teman-temannya melepas kepemilikan terhadap perkebunan kelapa sawit tersebut, ia menguasai perkebunan tersebut secara penuh dengan membuat kepemilikan atas namanya, istri dan kedua anaknya di bawah naungan CV. Anugrah Agro Abadi.
Sebenarnya Terdakwa Alexander sudah mengetahui bahwa areal perkebunan kelapa sawit miliknya adalah kawasan hutan suaka margasatwa. Dimana pada tahun 2004 Polres Langkat telah menetapkan Rudi alias Acay yang merupakan teman sekaligus pekerja Alexander sebagai tersangka perambahan hutan.
Namun, pada tahun 2013 ia tetap nekat melakukan Akta Jual Beli (AJB) terhadap lahan perkebunan kelapa sawit tersebut dengan alasan bahwa ia memiliki sebuah peta yang menyebutkan bahwa areal tersebut adalah hutan konservasi, dan bukan hutan suaka margasatwa.
Kemudian, terdakwa Imran S.Pd.I, ia mengakui bahwa pada saat menjabat Kepala Desa Tapak Kuda pernah mengeluarkan Resi atas nama Alexander Halim dan anaknya Alfon Halim guna untuk mengurus kepemilikan tanah di Desa Tapak Kuda.
Namun, terkait kepemilikan Resi yang lainnya, ia menyatakan bahwa Resi tersebut bukan berasal darinya dan menduga bahwa Resi tersebut telah dipalsukan.
Pada persidangan ini, kedua terdakwa juga terus menerus menyebut Notaris atau PPAT Weny dalam segala pengurusan sertifikat tanah milik Alexander. Sehingga diduga Notaris atau PPAT Weny memiliki peran sebagai pemberi informasi hukum dan yang mengarahkan terdakwa Alexander Halim dalam proses penguasaan tanah yang diduga berada di kawasan hutan suaka margasatwa tersebut.
Setelah mendengarkan keterangan dari kedua terdakwa, Majelis Hakim menunda persidangan hingga Senin 30 April 2025.