Pendidikanantikorupsi.org. Senin, 27 Mei 2024. Persidangan dugaan kasus korupsi eradikasi lahan di perkebunan PT Perkebunan Sumatera Utara (PT PSU), kembali di gelar. Agenda persidangan kali ini ialah pembacaan Nota Pembelaan (Pleidoi) dari terdakwa Moris dan penasihat hukumnya.
Terdengar isak tangis ketika terdakwa Moris membacakan nota pembelaannya. Ia menerangkan bahwasanya ketika ditetapkan sebagai tersangka dan berada di rumah tahanan (Rutan) hatinya terasa hancur sehancurnya. Kemudian, ia mengalami kesulitan dalam memikirkan keluarganya. Karena ia meninggalkan seorang istri baru saja melahirkan dan memiliki anak masih berumur 2 tahun 7 bulan.
Moris harus menafkahi keluarganya sebab ia merupakan tulang punggung keluarga. Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukannya sehingga istrinya harus berjuang sendiri untuk menafkahi keluarga kecilnya. Oleh karena itu, ia memohon maaf dan meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan perbuatanya. Sebab, ia belum pernah di pidana, menunjukkan sikap sopan dan kooperatif selama persidangan. Moris menyesali peristiwa ini dan memohon agar mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya.
Moris dalam Pleidoi pribadinya menerangkan bahwasanya dalam perkara ini ia berperan sebagai direktur PT Kartika Berkah Bersama sebuah perusahaan yang menyediakan alat berat lalu di sewa untuk keperluan eradikasi di PT PSU. Kemudian, ia menyatakan tidak pernah menjual tanah limbah dari hasil pengerukan ke proyek jalan tol sebagaimana yang di tuntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Bahkan ia menyatakan tidak pernah menerima uang terkait pengerjaan jual tanah limbah tersebut. Ia hanya menerima uang sewa alat berat saja.
Keterangan yang sama kembali ia tegaskan bahwasanya tidak ada menjual, bahkan berkontrak kepada perusahaan penyedia jalan tol seperti PT Waskita, PT Hutama Karya dan PT Presisi baik secara pribadi maupun atas nama perusahaan.
Setelah Moris membacakan Pledoi, dilanjutkan oleh Penasihat Hukumnya (PH) untuk membacakan Pleidoi. Bahwasanya Tim JPU Koneksitas pernah datang ke rumah Moris untuk memasang spanduk pemblokiran dan plang sita terhadap objek bangunan rumah milik Moris dengan tinggi sekitar 3 meter.
Kedatangan Tim JPU mendapatkan perhatian warga setempat. Tindakan tersebut PH Moris merasa keberatan kemudian dituangkan dalam Pleidoi. Menurut PH Moris, prosedur pemblokiran tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Kemudian, PH Moris menerangkan warga sekitar pernah bertanya kepada tim JPU Koneksitas terkait surat izin ataupun surat perintah tugas, lantas mereka tidak menjawab dan pergi begitu saja.
Oleh karena itu, menurut PH Moris hal tersebut merupakan tindakan yang membuat keluarga Moris merasa malu di tengah masyarakat. PH Moris menyatakan bahwasanya tidak ada pemberitahuan apapun yang di terima oleh PH ataupun Moris secara pribadi terkait tindakan yang akan dilakukan oleh JPU Koneksitas.
Terkait penetapan penyitaan objek rumah milik Moris, PH meminta agar di bacakan di persidangan dan juga mengajukan keberatan atas tindakan JPU. Lantas Majelis Hakim menanggapi agar keberatan tersebut di tuangkan ke dalam Nota Pembelaan Terdakwa.
Kemudian, setelah di konfirmasi kepada PH bahwasanya yang melakukan penyitaan terhadap objek bangunan milik moris ialah JPU Koneksitas yang bersidang di pengadilan Tipikor. Bahkan mereka juga yang menjadi penyidiknya, petugas sitanya, jaksa peneliti perkara ini dan mereka pula sebagai jaksa penuntut. Menurut PH, hal demikian sangat janggal dan tidak berdasarkan hukum, sehingga meminta kepada Majelis Hakim agar tindakan tim JPU Koneksitas yang melakukan penyitaan dapat di batalkan demi hukum.
Akhirnya, diujung pembacaan Pleidoi PH Moris meminta kepada Majelis Hakim dalam amar putusannya agar menyatakan terdakwa tidak bersalah sebagaimana tuntutan JPU, menyatakan barang yang telah di sita tidak berkekuatan hukum tetap dan batal demi hukum, meminta hukuman seadil-adilnya.
Usai membaca Pleidoi, sidang di tunda hingga Rabu, 29 Mei 2024 dengan agenda Replik.