Pendidikanantikorupsi.org. Kamis, 15 Mei 2025. Ketua Majelis Hakim M. Nazir, kembali membuka sidang dugaan perkara korupsi alih fungsi kawasan hutan suaka margasatwa di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
Persidangan dilaksanakan di ruang Cakra Utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Persidangan ini beragenda mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa Alexander dan Imran.
Pada persidangan ini sempat terjadi saling bersitegangan antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan Sudirman, ahli audit. Hal tersebut terjadi karena JPU menganggap ahli audit PH tidak kredibel karena ia di Pensiunkan Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut, sehingga JPU enggan berkomentar terkait pandangannya.
Dimana dalam persidangan ini Sudirman yang merupakan ahli audit kerugian negara berbeda pendapat dengan ahli audit yang dihadirkan oleh JPU pada persidangan sebelumnya.
Ahli audit yang dihadirkan oleh JPU pada persidangan sebelumnya menyatakan kerugian keuangan negara sebesar Rp10.508.855.489,42 dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp.856.801.945.550.
Menurut Sudirman bahwa perhitungan yang dilakukan oleh ahli audit (JPU) itu tidaklah berdasarkan perhitungan yang real. Karena menurutnya Alexander Halim dalam perkara ini tidak membuka lahan hutan, melainkan membeli lahan yang sudah berbentuk perkebunan kelapa sawit.
Sehingga bila yang dihitung oleh ahli audit JPU tentang kerusakan hutan, hilangnya tegakan pohon, dan biaya pemulihan yang kemudian dibebankan kepada terdakwa tidaklah tepat.
Sudirman juga menyoroti kata “Kajian” dalam hasil audit ahli JPU dalam dakwaan, sehingga kata tersebut dianggap mengkaburkan perhitungan itu sendiri, sehingga dapat disangkakan bahwa perhitungan itu tidaklah nyata.
Sudirman juga menambahkan bahwa kerugian perekonomian negara yang dihitung oleh ahli audit JPU juga tidak berdasar, karena tidak ada pengertian yang menjelaskan tentang kerugian perekonomian negara dalam Undang-Undang apapun. terlebih lagi seharusnya yang menghitung kerugian tersebut haruslah dari Kementerian Kehutanan karena itu kewenangannya.
Setelah mendengarkan keterangan ahli, Majelis memeriksa keterangan ahli yang lain.