www.pendidikanantikorupsi.org. Tebing Tingi. Ir.Muharman Rege kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Kamis (6/9/2012), terkait dugaan korupsi pada proyek Pelebaran Jalan dan Peningkatan Jalan Pulau Sumatera, Kelurahan Persiakan, Kecamatan Padang Hulu Kota Tebingtinggi.
Ia diduga melakukan korupsi sebesar Rp 347.129.294,81,- dari total anggaran sebesar Rp 960.400.00,- yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2009.
Sidang dengan acara pemeriksaan saksi Alwansyah, Erni Masitah dan Halimatul Sakdiah, dipimpin hakim Jonner Manik beserta hakim anggota Denny Iskandar dan Merry Purba.
Ketiga saksi merupakan PNS di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Tebingtinggi. Masing-masing menjabat sebagai Pengawas proyek, Bendahara Pengeluaran Dinas PU, dan Kasubbag perbendaharaan Pemko Tebingtinggi.
Saat diperiksa, para saksi membenarkan adanya proyek pelebaran dan peningkatan jalan tahun 2009 dengan total anggaran sebesar Rp 960.400.000,- yang dikerjakan oleh PT. Sergai Putera.
Menurut keterangan Alwansyah, tugasnya sebagai pengawas hanya membantu pengawasan dilapangan bersama Syaiful Khairi selaku Asisten PPK (Direktur Teknik), termasuk membantu memeriksa laporan harian. Ia mengatakan tidak mengenal Ali Ombo selaku Rekanan. “yang mengerjakan proyek itu Daniel Simanjuntak atas nama PT. Sergai Putera, pimpinannya saya tidak tahu dan tidak pernah jumpa pak,” katanya dihadapan majelis hakim.
Dalam pengerjaan proyek ini, lanjut Alwansyah, waktunya tidak normal. Sebab, berdasarkan SK Kadis PU, pengawasan dilakukan hingga tanggal 23 Desember 2009. Namun, hingga Januari pekerjaan masih dikerjakan. Mengenai perubahan pekerjaan dari Jalan Sumatera ke Jalan Pandan, sepengetahuannya dikarenakan kekurangan volume, sehingga PPK menyimpulkan menambahkan ke Jalan Pandan. Ia juga mengatakan, dalam pengerjaan proyek tersebut, tidak sesuai kontrak. Seharusnya ketebalan 5 senti, namun saat diukur bervariasi, ada yang 3,1 sentimeter, 3,2 dan 3,7. Serta adanya perintah PPK (terdakwa) secara lisan kepada mereka (Alwansyah dan Syaiful Khairi) untuk menandatangani berita acara kemajuan pekerjaan. “Kalau ini tidak ditandatangani untuk dicairkan, dananya akan kembali ke pusat,” ungkapnya yang menirukan perintah terdakwa.
Kendati waktu pengerjaan tidak normal dan tidak sesuai kontrak, kenyataannya tetap saja dilakukan pencairan. Berdasarkan keterangan Erni, supaya dana dapat dicairkan, harus melengkapi administrasi, diantaranya; berita acara penyerahan pekerjaan, kemajuan pekerjaan, permohonan pencairan dari rekanan, dan foto visual. Namun, untuk pencairan pertama tidak ada foto. Hal ini dikarenakan, pencairan pertama hanya uang muka/uang jaminan sebesar 30%. Seingatnya, yang membawa berkas Eci selaku staf PPK. “Setelah lengkap, saya membuat SPP (Surat Perintah Pembayaran) dan kuitansi sesuai dengan nilai kontrak, lalu diserahkan kepada bagian keuangan,” terangnya.
Selanjutnya, berkas masuk ke bagian keuangan yaitu Halimatul. Kemudian, ia kembali memeriksa dan membuatkan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana).
Menurut Erni, ada 3 tahap pencairan. Hal ini juga dipertegas Halimatul, Tahap I 30% sebesar Rp 288 juta tertanggal 17 september, tahap II 65% Rp 524.220.000,- tertanggal 21 Desember, tahap III 5% Rp 48.200.000,- tertanggal 31 Desember. Dana tersebut dikirim ke rekening rekanan. “Staf saya yang mengantarkannya ke Bank Sumut, Pak,” akunya saat ditanya hakim Jonner.
Usai mendengar keterangan para saksi, hakim Jonner pun menunda sidang hingga Senin, 10 September 2012.(Day)