Pendidikanantikorupsi.org. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi yang menerangkan pencairan dana pada proyek Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) di Kota Padangsidimpuan, diantaranya Fredi Saragih (Pensiunan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan/PPTK), Halimatussakdiah (sebagai bendahara), Eksan (sebagai administrasi), Marsuyetno (Kasubbag Keuangan). Persidangan digelar di ruang sidang Cakra 9 PN Medan sekitar pukul 14.00 Wib.
Ketua Majelis Hakim bertanya kepada Saksi Fredi Saragih terkait dirinya ada menerima uang dari proyek IPAL. Ia menjawab bahwasanya seingatnya, pada saat itu Saksi Teguh (Pernah diperiksa pada persidangan sebelumnya sebagai saksi) ada memang diletakkan amplop berisikan uang. Namun, ia tidak ingat jumlahnya sebab sudah 4 tahun yang lalu.
Selain itu, pertanyaan yang sama juga disampaikan kepada Saksi Marsuyetno (Kasubbag Keuangan) terkait dirinya ada menerima uang proyek dana IPAL dari saksi Teguh. Lantas ia menjawab bahwasanya seperakpun ia tidak ada menerima uang. Lalu, Ketua Majelis Hakim bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama, namun Marsuyetno menjawab cukup lama dan akhirnya ia menyatakan pertanyaan Ketua Majelis Hakim tidak bisa dijawab. Terhadap saksi Halimatussakdiah dan Eksan mengaku tidak ada menerima uang.
Lantas Ketua Majelis Hakim kembali mengingatkan kepada saksi agar jujur memberikan keterangan terkait hal tersebut. Jika tidak jujur nanti berakibat tidak nyenyak tidur di malam hari ataupun tidak tenang menjalankan aktivitas sehari-hari dan Majelis Hakim tetap menelusuri Aliran dana tersebut bukan hanya dibebankan kepada Terdakwa saja.
Lantas Ketua Majelis Hakim menyatakan bahwasanya berdasarkan persidangan sebelumnya, Saksi Teguh menyebutkan pihak-pihak yang menerima uang ialah Richardo Sitompul Rp20 Juta, Saksi Fredi Saragih (PPTK) 2%, Bendahara Pengeluaran, Kasubbag Pengeluaran H. Marsuyetno, Ela, pak Binsar, termasuk saksiTeguh ada menerima Rp5 Juta. Hal ini merupakan cerita Teguh yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan Penyidik JPU.
Ketua Majelis Hakim menegaskan bahwasanya uang tersebut merupakan uang negara, maka harus di pulangkan dan dipertanggungjawabkan walaupun yang digunakan hanya 100 Rupiah.
Terhadap pengerjaan proyek ini Fredi menyatakan bahwasanya telah selesai 100% yang di tandai dengan IPAL sudah berfungsi aliran air sudah mengalir jatuh ke media bendungan. Kemudian, Marsuyetno menerangkan terkait proses pencarian sudah dilakukan secara 3 tahap. Tahap pertama 30% telah dicairkan pada 16 Mei 2020 sekitar Rp390 juta, tahap kedua 30 April 2020 sekitar Rp390 dan ketiga lunas 03 Juli 2020 sekitar Rp520 Juta. Maka total pengerjaan proyek ini berjumlah sekitat Rp1,3 Miliar.
Selanjutnya Fredi menerangkan bahwasanya permasalahan dugaan kasus korupsi ini, bermula proyek IPAL mengalami permasalahan yaitu ada alat yang tidak berfungsi dikarenakan banyak tumpukan sampah. Padahal pihak yang mengelola IPAL tersebut telah berikan pelatihan. Kemudian, dalam proses pengerjaan ini ternyata tidak dilakukan uji kualitas mutu, bahkan Fredi menerima laporan dari pihak pengawas baik harian maupun mingguan. Pada saat Fredi bersama Situmorang melakukan pengecekan sebelum di panggil Kejaksaan dengan jarak 2 tahun IPAL masih berfungsi.
Lantas Hakim Anggota Ibnu menjelaskan permasalahan kasus ini ialah terkait dengan volume. Tidak berfungsinya IPAL dikarenakan adanya kekurangan volume.
Oleh karena itu, agar perkara ini terang benderang Majelis Hakim meminta kepada Fredi dan Marsuyetno agar hadir kembali, jika dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum untuk dikonfrontir keterangannya lebih jelas. Maka Majelis Hakim menunda persidangan hingga hingga Senin, 06 Mei 2024 pukul 14.00 dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan.