Medan, 11 September 2024 — Sentra Advokasi untuk Hak Dasar Rakyat (SAHdaR) dengan tegas menyampaikan kritik terhadap permasalahan serius yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah dr Pirngadi Medan terkait ketiadaan obat-obatan yang diduga telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa baru-baru ini. Situasi ini mencerminkan kelalaian dan kegagalan yang berlarut-larut dari pihak rumah sakit dan pemerintah dalam menangani masalah mendasar tersebut.
Permasalahan ketiadaan obat yang disampaikan oleh salah satu DPJP (dokter penanggung jawab pelayanan) dan sempat viral beberapa waktu lalu di RS Pirngadi Medan bukanlah hal baru. Pada tahun 2018, SAHdaR pernah mengungkapkan kepada publik kondisi krisis obat-obatan yang dialami rumah sakit tersebut dan beberapa rumah sakit lainnya.
Saat itu beberapa orang pasien yang sempat diwawancarai diantara nya, Pasien penderita penyakit paru paru, dan membutuhkan obat levofloxacin mengaku tidak menerima, dan harus membeli secara mandiri, lain dari itu beberapa pasien rawat jalan yang diwawancarai seperti RD juga mengalami hal yang serupa tidak menerima obat dengan merk Dilcofenax Sodium dan Salbutamol, R tidak mendapatkan obat Curcuma, Diovan, Ambroxol dan Gabapentin, dan YDPS tidak mendapat obat lambung Ranitidine, dan untuk penyakit paru paru bernama Ambroxol karena kosong.
Saat itu, SAHdaR telah memperingatkan pihak rumah sakit dan dinas terkait akan dampak berbahaya dari ketiadaan obat-obatan yang dapat mengancam keselamatan pasien. Namun, sampai saat ini, permasalahan tersebut tidak pernah diselesaikan dengan tuntas.
Berdasarkan dari hasil pendataan SAHdaR, saat ini masih di Sumatera Utara khususnya Kota Medan masih ditemukan pengakuan dari masyarakat mengenai masalah ketiadaan obat seperti Cefixime (obat antibiotik untuk infeksi), Clobazam (obat untuk membantu mengontrol kejang), dan Combivent (obat untuk penyakit saluran pernapasan) yang diungkap seorang dokter yang bekerja di RSUD dr Pirngadi.
Berdasarkan hasil pemantauan yang pernah dilakukan SAHdaR, diketahui permasalahan kekosongan obat di RSUD dr Pirngadi dan beberapa rumah sakti di Kota Medan diduga masih terjadi karena adanya kesengajan restrictifikasi/pembatasan obat dari pihak management, dan kacau balaunya penyusunan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) di rumah sakit sebagaimana kasus kekosongan obat di tahun 2018 lalu.
Ketidaktersediaan obat, yang seharusnya menjadi bagian mendasar dari pelayanan kesehatan, adalah bentuk kelalaian yang sangat disayangkan. Tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik, tetapi lebih jauh, kini diduga telah menyebabkan hilangnya nyawa, oleh karenanya perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
SAHdaR mendesak Pemerintah Kota Medan khususnya Wali Kota Medan, dan Kementerian Kesehatan, dan manajemen RS Pirngadi Medan untuk segera melakukan investigasi menyeluruh dan mengambil langkah konkret guna mengatasi krisis ketiadaan obat yang sudah berlarut larut. Dan memberikan kejelasan serta transparansi terkait kasus ini, termasuk tindakan yang akan diambil untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
“Jika persoalan ketiadaan obat ini terus diabaikan, nyawa masyarakat yang menjadi taruhan,” tegas Ibrahim selaku Kordinator SAHdaR.
Kontak Pers : SAHdaR
Email : sahdar@pendidikanantikorupsi.org
Telepon : + 62 812 6597 7447-061 6622132
Website : www.pendidikanantikorupsi.org