[Pendidikanantikorupsi.org] Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan menyidangkan terdakwa Zaharuddin Direktur PDAM Tirta Kualo, PPK PDAM Tirta Kualo, Herianto, serta Direktur PT Andry Karya Cipta, Oktavia Sihombing terkait kasus dugaan korupsi di PDAM Tirta Kualo, Tanjungbalai yang merugikan negara Rp1,9 miliar dari total anggaran Rp 11 miliar dari APBD 2015.
Adapun agenda sidang kali ini ialah pemeriksaan saksi dengan menghadirkan mantan Walikota Tanjung Balai Thamrin Munthe, Ketua PPTK Yudil Heri Nasution bersama dua anggotanya Syarifuddin dan Selamat Riadi serta Wakil Direktur CV Gendake, Suprianto.
Dalam keterangannya mantan Walikota Tanjung Balai menjelaskan bahwa ia mengetahui review desain WTP III dan memeriksa kembali permohonan yang diajukan oleh PDAM yang Tirta Kuala dalam pembangunan WTP III dirinya juga mengaku menandatangani persetujuan penyertaan modal untuk PDAM Tirta Kualo pada akhir tahun. sudah ada persetujuan DPRD maupun dari SKPD.
Selanjtnya Hakim ketua Ahmad Sayuti pun kembali mempertegas pertanyaan kenapa penyertaan modal itu diberikan di pengujung tahun. Thamrin pun menjawab singkat bahwa secara teknis dirinya tidak begitu memahaminya.
Setelah mendengar keterangan dari Thamrin, Ahmad Sayuti menyebut bahwa pemberian dana Rp 11 M selama tahun 2012-2014 kepada PDAM Tirta Kuoala merupakan hal yang menyalahi aturan, pasalnya dalam peraturan Menter Dalam Negeri (Mendagri) tentang pedoman penyusunan anggaran daerah dan belanja daerah peraturan tersebut bermakna proses pengambilan keputusan dalam penyusunan anggaran hanya untuk waktu berjalan.
Saksi Yudil Heri Nasution menerangkan bahwa pihaknya menerima SK Pengangkatan dari Direktur PDAM Tirta Kualo Zaharuddin yang kini menjadi terdakwa, ia menyebutkan ada beberapa kali laporan pengerjaan kepada PPK akan tetapi tidak pernah ditindaklanjuti termasuk Direktur PT. Andry Karya Cipta, Oktavia Sihombing (terdakwa) yang tak pernah dilokasi akan tetapi hanya diwakili Mahdi Aziz Siregar sebagai konsultan pengawas.
Bahkan menurut Yudil bahwa konsultan pengawas yang ditunjuk dalam kasus ini sebenar Wakil Direktur CV Gendake Suprianto yang tidak pernah datang. Kesaksian Yudil ini pun diamini oleh dua saksi yang juga sesama anggota PPTK.
Saksi Wakil Direktur CV Gendake Suprianto, mengatakan bahwa perusahaan mendapat proyek pengerjaan senilai Rp355 juta. Ia pun mengaku hanya sebulan sekali turun kelapangan karena pengawasan pengerjaan diserahkan kepada Mahdi. Dan Mahdi sendiripun mendapat honor dari CV Gendake sebesar Rp60 juta.
Lebih lanjut, saksi Suprianto mengatakan tidak menegtahui berapa persen jumlah pengerjaan fisik dalam setiap tiga kali termin pembayaran. Bahkan ia mengaku dipaksa menandatangani untuk pembayaran termin ketiga meski pekerjaan belum selesai 100 persen.Dalam kesaksiannya ia juga dijanjikan memperpanjang pekerjaan dengan imbalan Rp70 juta kepada dirinya. Namun semua itu bohong dan tidak ada realisasinya kepada dirinya.
Diketahui sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum ketiga mendakwa perbuatan Zaharuddin, Herianto dan Oktaviana Sihombing diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHPidana. (SRYA)