PENDIDIKANANTIKORUPSI.ORG, MEDAN – Sidang perkara dugaan korupsi dana belanja hibah dan bantuan sosial di Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial TA 2010 dengan terdakwa Raja Anita Elisya terpaksa harus ditunda kembali. Pasalnya terdakwa di depan majelis hakim yang diketuai oleh hakim Muhammad Nur mengaku sakit, Senin (3/6).
Anehnya, hakim M Nur dalam melakukan penundaan persidangan terlihat sendiri tanpa dihadiri hakim Jhonny Sitohang dan Tirta Winata yang masing-masing sebagai hakim anggota. Selain itu, M Nur juga tidak menerangkan baik kepada terdakwa, Penasehat Hukum (PH), Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun pengunjung sidang terkait ketidakhadiran kedua hakim anggota.
Kejadian seperti ini merupakan kali kedua yang pernah dilakukan oleh M Nur selama menyidangkan perkara Raja Anita. Pada sidang sebelumnya, M Nur juga melakukan hal yang sama karena tidak hadirnya ahli dalam persidangan yang digelar pada Senin (6/5).
Saat membuka persidangan, hakim M Nur langsung mengpertanyakan apakah terdakwa Raja Anita sedang sakit. Mendengar pertanyaan itu, ia langsung membenarkannya. “Iya pak. Muntah-muntah,” jawab Raja Anita.
Setelah mendengar jawaban terdakwa, hakim M Nur sama sekali tidak terlihat meminta surat keterangan dokter yang menguatkan pernyataan Raja Anita agar tidak terkesan mengada-ada. Ini penting mengingat sidang perkara korupsi merupakan sidang terbuka untuk umum. Pun demikian, faktanya hakim ini tidak ada meminta surat dokter baik dari terdakwa maupun penasehat hukumnya, melainkan langsung menunda sidang hingga pekan depan.
Tindakan seperti ini sebenarnya sudah mendapat kritikan dari Sekretaris LBH Watch Justice Indonesia T. Riza Zarzani SH M.Hum. Menurutnya tindakan majelis hakim yang tidak menginformasikan kehadiran hakim lainnya itu melanggar hukum acara. “Karena menurut hukum acara, perkara korupsi diperiksa hakim secara majelis bukan hakim tunggal,” katanya, Senin (6/5).
Sekedar mengingatkan, Raja Anita merupakan terdakwa dalam perkara korupsi dana belanja hibah dan bantuan sosial TA 2010. Ditetapkannya Raja Anita sebagai tersangka/terdakwa, karena menurut JPU, dirinya telah melakukan korupsi dengan cara memotong dana bantuan hingga 60 persen dari 17 yayasan/lembaga penerima bantuan yang diuruskannya. Total pemotongan dana yang dilakukan terdakwa dari 17 yayasan tersebut sebesar Rp500 juta. (Day)