www.pendidikanantikorupsi.org. Sejak dibentuknya Pengadilan Tipikor di daerah, Pengadilan Negeri Medan telah banyak menerima dan memutus perkara korupsi dari tahun 2011 hingga September 2012. Pada tahun 2011, perkara yang masuk sebanyak 47 kasus, dan semuanya telah diputus. Sedangkan pada tahun 2012 perkara yang masuk hingga September sebanyak 52 kasus dan belum seluruhnya diputus. Adapun perkara yang telah diputus untuk tahun 2012 adalah sebanyak 20 perkara.
Secara umum, Vonis terhadap para terdakwa korupsi pada Pengadilan Tipikr Medan Sangat rendah. Untuk melihat rendahnya vonis hakim Tipikor Medan pada tahun 2011, dapat dilihat melalui tabel dibawah ini.
Tabel Vonis Tahun 2011
No | Klasifikasi Vonis Pengadilan Tipikor Medan
Tahun 2011 |
Jumlah Kasus |
1 | 1 tahun |
14 |
2 | 1 tahun 2 bulan |
1 |
3 | 1 tahun 4 bulan |
5 |
4 | 1 tahun 6 bulan |
8 |
5 | 2 tahun |
5 |
6 | 2 tahun 4 bulan |
2 |
7 | 2 tahun 6 bulan |
3 |
8 | 2 tahun 8 bulan |
1 |
9 | 3 tahun |
4 |
10 | 3 tahun 6 bulan |
1 |
11 | 5 tahun |
1 |
12 | 5 tahun 4 bulan |
1 |
13 | 8 tahun |
1 |
Jumlah Kasus |
47 Kasus |
Tahun 2012, teryata vonis yang dijatuhkan tidak berbeda dengan 2011, penghukuman masih rendah. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel Vonis Tahun 2012
No | Klasifikasi Vonis Pengadilan Tipikor Medan
Tahun 2011 |
Jumlah Kasus |
1 |
1 tahun |
13 |
2 |
1 tahun 3 bulan |
2 |
3 |
1 tahun 4 bulan |
1 |
4 |
1 tahun 6 bulan |
2 |
5 |
2 tahun 4 bulan |
1 |
6 |
5 tahun |
1 |
Jumlah Kasus |
20 Kasus |
Tujuan pemidanaan tidak tercapai
Pada prinsipnya, pemidanaan bukan sekadar untuk membalas perbuatan pelaku kejahatan. Tetapi yang paling penting adalah sebagai pendidikan jera bagi pelaku dan mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan.
P.A.F. Lamintang (1984 : 23) menyatakan, pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu :
- Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri,
- Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-kejahatan
- Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.
Kedua pandangan tersebut terlihat sangat jelas bahwa pemidanaan selain sebagai ganjaran, juga sebagai perbaikan sikap terpidana, serta untuk mencegah orang lain untuk melakukan perbuatan yang serupa. Kendati demikian, bila teori ini dikaitkan dengan vonis yang dijatuhkan oleh hakim Tipikor Medan kepada para terdakwa, terlihat jelas bahwa terjadi kesenjangan antara tujuan pemidanaan dengan vonis yang dijatuhkan. Bagaimana mungkin vonis yang rendah dapat mencegah dan menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi? Padahal kita mengetahui bahwa korupsi merupakan Extraordinary crime.
Dalam konteks kejahatan, korupsi memiliki tiga sifat. Pertama, salah satu bentuk white collar crime. Kedua, korupsi biasanya dilakukan secara berjamaah sehingga merupakan bentuk kejahatan yang terorganisasi. Ketiga, korupsi biasanya dilakukan dengan modus operandi yang canggih dan sulit pembuktiannya.
Dari uraian klasifikasi vonis tahun 2011 dan 2012 di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa vonis yang dijatuhkan hakim Tipikor Medan tidak mengandung tujuan Pemidanaan baik sebagai ganjaran maupun sebagai instrumen pendidikan jera. Hal ini sangat bertentangan dengan semangat pemerintah dalam pemberantasan korupsi yang dituangkan dalam Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stragnas PPK) dalam hal penegakan hukum. Jadi, wajar saja masyarakat mempertanyakan keseriusan hakim Tipikor dalam pemberantasan korupsi.
Mengutip pendapat Praktisi Hukum Julheri Sinaga S.H ketika diwawancarai tentang faktor rendahnya vonis hakim Tipikor Medan, ia mengatakan, bahwa alasan rendahnya hukuman ataupun vonis bagi para koruptor dipengaruhi beberapa faktor :
- Pengetahuan yang minim
- Profesionalitas
- Ekonomi
- Itervensi pihak ketiga
- Kekerabatan
- Pengamanan terhadap hakim
Tidak Mempunyai Efek Jera.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa efek jera atas vonis rendah tidak akan tercapai. Mengapa demikian? Sebab, agar orang berpikir untuk tidak mengulangi perbuatannya dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama, maka harus diberikan vonis yang berdampak langsung pada diri terdakwa. sehingga dapat menjadi contoh bagi orang lain yang ingin melakukan perbuatan hal yang serupa. Untuk itu, sudah seharusnya koruptor dimiskinkan. Selain itu, jaksa juga diharapkan berani menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang dalam tindak pidana korupsi.
Terkait rendahnya vonis yang diberikan hakim tipikor medan kepada terdakwa, Ketua Devisi Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Wacth Pebri Diansyah sangat menyayangkan rendahnya vonis tersebut. Ia mengatakan, sebenarnya untuk kasus korupsi harus divonis lebih dari 10 tahun. Menurutnya, memang korupsi dilihat dari kerugian negara, tetapi tidak hanya hukuman badan tapi harus dimiskinkan juga. Jadi jaksa diharapkan tidak hanya menggunakan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tetapi juga harus berani menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.