www.pendidikanantikorupsi.org (Langkat). Sidang lanjutan kasus korupsi dana bantuan sosial untuk pembangunan sekolah Yayasan Raudhatul Athfal Nurul Iman Langkat, dengan terdakwa Muhammad Iwan Daud Baqi, dilangsungkan hari ini (29/5) di Ruang Cakra I pada Pengadilan Tipikor Medan. Acara sidang pada hari ini adalah pemeriksaan saksi yaitu saudara Yusmawati Spd, Sudarman Spd, Siti sundari.
Pemeriksaan kali ini adalah saksi Siti Sundari yang menjabat sebagai Bendahara Yayasan Raudhatul Athfal Nurul Iman mulai tahun 2010 sampai dengan sekarang. Siti adalah anak kandung dari Yusmawati, S.Pd dan Sudarman, S.Pd. Kedudukan Yusmawati di Raudhatul Athfal Nurul Iman langkat adalah sebagai Kepala Sekolah.
Beliau menegaskan bahwa ia mengetahui ada dana masuk pada sekolah Yayasan Raudhatul Athfal Nurul Iman Langkat. Namun ia tidak mencatatnya. ”Ada dana hibah masuk tapi lupa nyatatnya,” ujarnya.
Saksi menjelaskan bahwa sebelum kenal dengan terdakwa saksi pernah membuat permohonan dana hibah. Namun tidak pernah cair dan Ia bertemu dengan terdakwa akhir tahun 2010 dalam hal mengurusi proposal bantuan dana hibah. ”kenal setelah proposal yang kami buat mental, kami buatnya sama pak daud,” tegasnya.
Adapun dana hibah yang dimohonkan saksi adalah untuk menambah 1 bangunan kelas, meja, papan tulis, lemari. ”Dana itu untuk nambain lokal, meja, buat papan tulis, sama beli lemari,” ujarnya. Dan saat diminta oleh penasihat hukum terdakwa mengenai bukti-bukti pembeliannya beliau menegaskan akan menghadirkannya pada minggu depan. ”Minggu depan bisa saya bawa,” ungkapnya.
Selanjutnya ia menerangkan kalau dana yang ia dapatkan dari dana hibah pada tanggal 09/12/2010 adalah Rp150 juta namun yang Rp65 juta adalah untuk biaya administrasi dan harus diberikan. Sebab apabila tidak di berikan, tidak bisa mendapatkan dana hibah. ”Karna kalo misalnya tidak dipotong, kami gak akan dapat dana hibah“, ujarnya.
“Karna yang membawa surat pencairan dana adalah Pak Daud, sedangkan Pak Daud mengatakan bahwa harus ada pemotongan kalo uang nya mau cair, Kalau uang nya mau cair harus di potong,” tegasnya.
Setelah itu ia juga menerangkan bahwa pada Laporan Pertanggungjawaban (LPj) yang tetap di buat Rp150 juta. Sedangkan Rp65 juta tetap masuk hitungan dalam pengurusan administrasi. ”Di LPj tetap 150 dibuat bukan Rp85 juta,” tegasnya.
Kemudian hakim menanyakan bagaiamana tanggapan terdakwa terhadap kesaksian saksi. Pertama, terdakwa menolak jika uang itu bisa cair kalau ada pemotongan. Kedua Ia menyatakan tidak benar kalau Rp65 juta yang benar adalah Rp3 juta. Dan saksi tetap pada pendiriannya.(Agung)